Selasa 06 Jun 2023 16:12 WIB

Usai Dikritik, Kemendikbudristek Ubah 'Marketplace Guru' Jadi 'Ruang Talenta Guru'

Marketplace guru diklaim merupakan basis data yang berisikan profil guru.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim usai memberikan arahan dalam acara Puncak Apresiasi Talenta Berprestasi dan Mitra 2022 di Gedung A Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (20/12/2022). Dalam acara tersebut Republika mendapatkan apresiasi sebagai mitra media atas kontribusinya dalam mendukung dan menyukseskan ajang talenta 2022. Republika/Prayogi.
Foto: Republika/Prayogi
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim usai memberikan arahan dalam acara Puncak Apresiasi Talenta Berprestasi dan Mitra 2022 di Gedung A Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (20/12/2022). Dalam acara tersebut Republika mendapatkan apresiasi sebagai mitra media atas kontribusinya dalam mendukung dan menyukseskan ajang talenta 2022. Republika/Prayogi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyikapi kritik pemilihan kata marketplace yang digunakan untuk membuat suatu platform perekrutan guru untuk 2024 mendatang. Dijelaskan, platform tersebut ke depan akan dinamakan dengan sebutan Ruang Talenta Guru.

“Kemarin sudah saya sampaikan, namanya ‘Ruang Talenta Guru’,” tegas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Nunuk Suryani, kepada Republika.co.id, Selasa (6/6/2023).

Baca Juga

Penggunaan diksi marketplace mendapatkan respons negatif dari para tenaga kependidikan. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) misalnya, yang merasa khawatir penggunaan diksi itu dapat mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Dengan penggunaan kata tersebut, kedudukan guru dinilai menjadi makin tidak terhormat.

Ide Mendikbudristek soal pembentukan platform marketplace atau lokapasar guru untuk menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia itu pun turut disorot oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf. Menurut Dede, konsep tersebut belum matang dan kurang tepat karena menunjukkan kesan guru sebagai sebuah produk atau objek.

"Saya mengusulkan konsepnya bukan marketplace tapi Ruang Talenta, atau database talent. Jadi bukan guru sebagai produk atau objek, melainkan sebagai subjek," ujar Dede melalui keterangan tertulisnya, Selasa (6/6/2023).

Dede menerangkan, konsep marketplace yang diusung oleh pendiri aplikasi Gojek itu tidak tepat. Menurut dia, hal tersebut membuat guru diposisikan sebagai objek, layaknya barang yang bisa dibeli oleh sekolah-sekolah. Dia mengingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru merupakan profesi pekerjaan khusus.

"Jadi guru bukan dipilih sebagai objek tapi mempertemukan antara kebutuhan pendidikan dengan talenta yang ada," ujar dia.

Marketplace guru merupakan basis data yang berisikan profil guru. Ada dua kriteria guru yang dapat masuk ke dalam sistem tersebut, yakni guru honorer peserta seleksi PPPK yang lolos passing grade, tetapi belum dapat formasi, dan lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang punya sertifikat pendidik.

Platform tersebut diklaim dapat menjadi tempat yang bisa mempermudah satuan pendidikan dalam mencari pengajar yang dibutuhkan sehingga prosesnya dapat lebih tertuju sesuai kebutuhan. Kepala sekolah dapat mengakses platform tersebut agar dapat merekrut serta memenuhi kebutuhan guru secara langsung tanpa harus menunggu perekrutan nasional.

"Sebetulnya itu kan talent scout (pemandu bakat) ya atau kita sebut head hunter. Tapi harus memprioritaskan bagaimana profesi guru agar dengan mudah mendapatkan sekolah untuk mengajar," ujar Dede.

Dede juga menuturkan, kebijakan pemerintah tidak boleh mencederai nilai profesi guru. Menurut dia, profesi guru sangat mulia dan tidak bisa dibandingkan dengan barang dagangan. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk lebih mengelaborasi konsep platform tersebut dengan lebih baik lagi ke depan.

“Keadilan bagi guru harus diutamakan, kita harus tetap menjunjung tinggi nilai profesi guru yang tidak bisa disetarakan dengan nilai barang dagangan sebagaimana yang beredar di marketplace secara bebas. Jadi konsepnya harus dielaborasi dengan lebih baik lagi,” jelas dia.

Politikus Partai Demokrat itu mengingatkan, sebelum program baru dilaksanakan, pemerintah harus melakukan dengar pendapat dengan perwakilan guru, asosiasi guru, perwakilan sekolah dan pakar. Dede mengatakan, harus ada sosialisasi program yang jelas agar kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik.

“Harus ada juga sistem pencegahan sekolah melakukan perekrutan yang asal-asalan atau perekrutan yang tidak sesuai kebutuhan dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek utama yang mendukung kualitas pengajaran sekolah. Jangan sampai sistem baru mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas guru dan ketidakadilan lainnya bagi para guru honorer,” tegas Dede.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement