REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Yang dimaksud dengan harta adalah segala macam barang yang dibeli dengan niat untuk diperdagangkan guna memperoleh keuntungan. Lantas bagaimana menentukan zakat bagi pedagang emas, rumah, atau perabot rumah tangga?
KH Ahmad Azhar Basyir dalam buku Hukum Zakat menjelaskan, perdagangan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kekayaan. Jika kekayaan emas dan perak yang potensial berkembang, maka itu dibebani wajib zakat. Meskipun secara riil tidak dikembangkan.
Maka harta dagangan yang nyata-nyata tengah dikembangkan itu logis jika tidak terlepas dari kewajiban zakat. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dari Samurah bin Jundub, dia mengatakan, "Rasulullah SAW memerintahkan agar kita semua mengeluarkan zakat atas harta yang kita siapkan untuk diperjual-belikan."
Abu Dzar mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Pada unta ada zakatnya, pada kambing ada zakatnya, dan pada perabot rumah tangga ada zakatnya."
Perabot rumah tangga yang wajib dizakati menurut hadits Nabi itu bukan yang dipakai untuk keperluan sehari-hari, tetapi yang diperdagangkan, perabot rumah tangga yang disewakan. Zakatnya adalah hasil jual dan sewanya. Begitu pun dengan pedagang emas maupun pedagang rumah.
Syarat-syarat wajib zakatnya
Harta dapat dipandang sebagai harta dagangan yang wajib dizakati. Apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama, ada niat yang diikuti dengan usaha berdagang.
Kedua, mencapai waktu satu tahun. Dihitung dari waktu permulaan usaha dagang.
Ketiga, mencapai harga nihab zakat emas dan perak (seharga 85 gram emas). Diperhitungkan dengan keadaan akhir tahun, pada saat zakat harus dikeluarkan.
Keempat, harta dagangan benar-benar telah menjadi milik sempurna pedagangnya. Baik telah dibeli secara tunai ataupun bertangguh.
Kelima, tidak terkait dengan utang kepada orang lain.