REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Dalam kunjungan baru-baru ini ke Uni Emirat Arab (UEA), CEO OpenAI Sam Altman, menyatakan keprihatinannya tentang potensi "risiko eksistensial" yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (AI) terhadap manusia. Altman juga mengusulkan pembentukan sebuah badan, mirip dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), untuk mengawasi dan mengatur teknologi terobosan ini.
Altman menekankan perlunya pengawasan dan pengelolaan AI yang cermat untuk memastikan perkembangannya sejalan dengan kepentingan terbaik manusia. Pernyataan Altman menyoroti meningkatnya pengakuan akan tantangan signifikan dan potensi bahaya terkait dengan AI.
Dia mendorong dibentuknya kerja sama global dan tata kelola yang bertanggung jawab untuk bidang yang sedang berkembang pesat ini.
Selama tur globalnya yang sedang berlangsung, Altman telah terlibat dalam diskusi tentang AI dan implikasinya. Dia telah menyuarakan keprihatinan tentang risiko signifikan yang terkait dengan AI.
Altman juga menekankan kebutuhan mendesak untuk menemukan cara yang efektif dalam mengelola risiko ini sembari tetap menuai manfaat besar yang ditawarkan AI, seperti dikutip dari Gizmochina, Kamis (8/6/2023).
Dalam pidatonya, ia mencontohkan IAEA sebagai model untuk mengelola teknologi berbahaya melalui penerapan perlindungan. Altman mengakui bahwa meskipun AI mungkin tidak menimbulkan ancaman langsung, perkembangannya yang cepat dapat menimbulkan bahaya signifikan.
Meskipun perkembangannya pesat, ia menilai tetap perlu kewaspadaan terhadap potensi risikonya. Pernyataan Altman menyoroti pentingnya menemukan keseimbangan antara mendapat manfaat AI dan menerapkan tindakan pencegahan yang memadai untuk mengurangi bahayanya di masa depan.
Menyadari potensi risiko yang terkait dengan AI, Altman yang perusahaannya menciptakan AI ChatBot ChatGPT paling terkenal itu, menekankan perlunya intervensi pemerintah. Hal itu disampaikannya selama Kongres AS pada bulan Mei.
Dia menekankan peran penting tata kelola dalam mengelola risiko yang terkait dengan AI secara efektif. Fokus yang berkembang pada regulasi AI ini mencerminkan kebutuhan akan langkah-langkah proaktif untuk memastikan pengembangan dan penerapan teknologi AI yang bertanggung jawab dan aman dalam skala global.
Kerja sama global adalah kunci untuk mengatasi risiko AI.
Dalam artikel PBB berjudul d Towards an Ethics of Artificial Intelligence, penulis Audrey Azoulay menyatakan bahwa kerja sama global sangat penting untuk memastikan penggunaan teknologi baru yang bertanggung jawab dan bermanfaat. Hal ini terutama yang didasarkan pada AI untuk pembangunan berkelanjutan.
Berbagai pemangku kepentingan, termasuk bisnis, pusat penelitian, akademi sains, negara anggota PBB, organisasi internasional, dan asosiasi masyarakat sipil, perlu bersatu untuk membangun kerangka kerja etis dalam pengembangan AI. Selain itu, ada kebutuhan untuk koordinasi yang lebih kuat di antara entitas-entitas ini.