Kamis 08 Jun 2023 16:09 WIB

Bolehkah Kurban Bergilir Satu Keluarga?

Kurban merupakan kewajiban atau sunnah muakad bagi muslim yang mampu.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Bolehkah Kurban Bergilir Satu Keluarga? Foto:   Hewan kurban di Jakarta (ilustrasi).
Foto: ROL/Abdul Kodir
Bolehkah Kurban Bergilir Satu Keluarga? Foto: Hewan kurban di Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Berkurban merupakan kewajiban atau sunnah muakad bagi muslim yang mampu. Tetapi bolehkah menggunakan nama anggota keluarga sebagai nama pengkurban secara bergilir.

Direktur Pusat Penelitian Halal UGM Nanung Danar Dono menjelaskan dalam sebuah hadits, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi bersabda:

Baca Juga

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”

(HR. Bukhari no. 20)

Dalam riwayat lain disebutkan:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).

"Saat ini masih ada juga warga masyarakat yang berkurban dengan cara diatasnamakan anggota keluarga secara bergiliran, atas nama ayah dulu, lalu ibu, lalu anak yang masih kecil, dan seterusnya. Apakah ini ada tuntunannya,"ujar dia.

Jika kita buka buku-buku hadits, ternyata tidak pernah ditemukan hadits dimana Rasulullah berkurban dengan cara digilirkan setiap tahun. Misalnya tahun sekian atas nama Nabi, lalu tahun berikutnya atas nama istri pertama Nabi, lalu tahun berikutnya atas nama istri kedua, lalu anak ke sekian, dan seterusnya.

Karena tidak pernah ada tuntunannya, maka mestinya hal yang demikian tidak dilakukan. Mengada-ada hal baru dalam ibadah sangat dilarang dalam ajaran agama Islam. Selain amalan tersebut akan tertolak (tidak diterima Allah), maka juga akan membuang uang secara percuma karena melakukan perbuatan yang tidak pernah dituntunkan.

Jika sekarang sudah telanjur mengatasnamakan anak yang masih kecil, misalnya, untuk jurban tahun ini, maka segera saja menghubungi panitia untuk meralat atas nama siapa ibadah kurbannya.

Pada hadits lain disebutkan bahwa tuntunan yang benar dalam ibadah kurban adalah,

Jika kita masih sendiri, maka kita jurban atas nama diri kita sendiri. Namun jika kita telah menikah, maka kita kurban atas nama keluarga kita.

Sebagaimana hadits shahih berikut:

Dari ‘Atho’ bin Yasar, beliau berkata:

سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshori, bagaimana kurban di masa Rasulullah ?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan kurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.”

(HR. Tirmidzi no. 1505, shahih).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement