REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkapkan, insiden pengusiran terhadap petugas Bawaslu yang sedang mengawasi proses pemutakhiran daftar pemilih Pemilu 2024. Pelaku pengusiran adalah petugas KPU.
Menurut Bagja, peristiwa itu terjadi di dua kabupaten dalam satu provinsi yang sama ketika sedang berlangsung tahapan rekapitulasi daftar pemilih sementara (DPS) beberapa waktu lalu. "Kami protes ketika mengawasi DPS, ada pengawas yang disuruh keluar. Apa-apaan!" kata Bagja kepada wartawan, Senin (12/6/2023).
Atas kejadian tersebut, Bagja memperingati KPU agar insiden semacam itu tidak terulang. Jika terjadi lagi, pihaknya akan memidanakan anggota KPU menggunakan Pasal 512 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal tersebut mengatur bahwa semua anggota KPU di setiap jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimal 3 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta. Hal ini berlaku jika anggota KPU tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih.
"Kalau misalnya terjadi lagi pengusiran terhadap teman-teman panitia pengawas pemilu kecamatan (panwascam) pada saat rekapitulasi DPS, kami akan pidanakan," kata Bagja menegaskan.
Dalam kesempatan itu, Bagja mengingatkan KPU bahwa Bawaslu juga merupakan penyelenggara pemilu. "Jika kami diusir, berarti kami bukan penyelenggara sepertinya," ujarnya.
Sebagai informasi, sejak 21 Mei 2023, tahapan pemutakhiran daftar pemilih mulai memasuki fase penyusunan daftar pemilih tetap (DPT). KPU akan menetapkan DPT pada akhir Juni ini.
Peristiwa pengusiran ini menambah panjang rentetan friksi antara KPU dan Bawaslu. Friksi antara dua lembaga penyelenggara pemilu itu sebelumnya terjadi soal akses terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) ketika tahap pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024.
Setelah itu, muncul ketegangan lagi karena KPU enggan memberikan data pemilih kepada Bawaslu ketika tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) dalam penyusunan DPS. Teranyar, Bawaslu geram karena KPU tak memberikan akses memadai untuk menyelidiki keabsahan dokumen para bakal calon anggota legislatif (caleg).
Atas semua perkara itu, KPU selalu berdalih bahwa akses atau data tak bisa diberikan karena ada ketentuan kerahasiaan data pribadi.