Rabu 14 Jun 2023 05:33 WIB

Sensus Pertanian DIY Dimulai, Sasar Seluruh Wilayah Kabupaten-Kota

Pertanian cukup banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di DIY.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Petugas Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendataan lapangan pada pelaksanaan sensus pertanian subsektor perkebunan (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Muhamamd Izfaldi
Petugas Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendataan lapangan pada pelaksanaan sensus pertanian subsektor perkebunan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sensus pertanian 2023 di DIY sudah dilakukan sejak awal Juni dan berakhir hingga akhir Juli 2023 nanti. Sensus yang sudah berjalan sekitar dua pekan ini menyasar seluruh kabupaten/kota se-DIY.

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Pakualam X mengatakan, DIY berupaya menjaga kelangsungan pertanian meski wilayahnya terbilang kecil dan cukup padat penduduk. Pertanian menurutnya, cukup banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di DIY.

Berangkat dari pertanian, juga dapat berpengaruh pada pertumbuhan kemiskinan maupun inflasi di DIY. Oleh karena itu, diperlukan data-data yang akurat terkait dengan pertanian tersebut untuk memastikan berbagai kebijakan, yakni dari sensus pertanian.

“DIY berupaya menjaga lahan pertanian yang memang terbatas, juga berupaya menggali potensi untuk bisa berinovasi pada pertanian hidroponik dan sebagainya untuk menyiasati keterbatasan lahan. Maka data dari sensus pertanian ini menjadi penting untuk bisa kami menyusun strategi kebijakan,” kata wagub di kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Herum Fajarwati mengatakan, urban farming merupakan salah satu output yang dilakukan dan menjadi salah satu tujuan data yang akan diperoleh dari sensus ini. Melalui sensus pertanian, katanya, akan terlihat bagaimana pola dan struktur pertanian di DIY.

Meski sensus pertanian ini dilakukan dalam jangka waktu dua bulan, namun khusus untuk Kota Yogyakarta hanya dilakukan satu bulan. Hal ini mengingat lahan pertanian di kota berbeda dengan di kabupaten.

Dijelaskan, lahan pertanian di Kota Yogyakarta yang tercatat hanya 50 hektare memunculkan tradisi urban farming. Luas lahan tersebut juga termasuk dalam sasaran sensus pertanian.

"Kami menyasar perkotaan maupun pedesaan cuma memang metodenya yang berbeda. Kalau di perkotaan lebih ke snowball, jadi petugas kami menanyakan baik aparat setempat seperti ketua RT juga tokoh yang bisa memberikan informasi terkait kegiatan pertanian. Kemudian secara snowball akan wawancara rumah tangga yang mengusahakan pertanian," kata Herum.

"Untuk yang di kabupaten sistemnya door to door, jadi setiap petugas akan mendatangi sesuai dengan wilayah kerja yang sudah ditentukan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto mengatakan, sensus pertanian ini nantinya akan menghasilkan data resmi dari pusat untuk kepentingan daerah.

Menurutnya, selama ini DIY memang memegang data sektor sebagai untuk basic perencanaan, namun hal ini tidak cukup dan wajib dilengkapi dengan data yang lebih legal untuk menentukan kebijakan lebih lanjut.

"Adanya sensus pertanian tahun ini akan menyajikan data-data yang lebih legal untuk dijadikan bahan kebijakan, bahan evaluasi," kata Sugeng.

Dijelaskan, legal formal terkait ekspose data ada di BPS. Data legal yang diekspos oleh BPS ini berawal dari data sektor. Setelahnya, dikomunikasikan dengan BPS melalui mekanisme yang sudah ditentukan. Ia mengakui sangat terbantu dengan data dari sensus pertanian dari BPS untuk menindaklanjuti pertanian di DIY.

"Meskipun kami tidak menafikan bahwa data sektor itu juga sangat penting. Terkadang kan ada satu indikator kalau di BPS ini kan sifatnya boleh generalis, tapi kan ada data-data yang sifatnya lex specialis karena lokus tempatnya, potensinya, serta masyarakat, masih diperlukan,” jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement