REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang advokat mengajukan JR atas UU Kejaksaan dan meminta kewenangan Kejagung menyidik kasus korupsi dihapus. Gugatan itu menuai polemik mengingat kinerja Kejagung membongkar kasus korupsi sedang sangat baik.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso menilai, JR memang merupakan hak seorang warga negara. Baik terhadap UU yang dinilai melanggar hak konstitusional seorang warga maupun komunitas.
"Itu haknya, biarkan saja. Cuma, jika terkait pemberantasan korupsi dilakukan JR ini juga menurut saya motivasi yang bersangkutan apa, apakah ini pesanan dari pelaku yang terindikasi korupsi," kata Santoso kepada Republika, Rabu (14/6).
Ia menilai, perlu dilihat apa penggugat menilai Kejagung dalam UU Kejaksaan melampaui kewenangan dan khawatir ada abuse of power. Tapi, Santoso menekankan, Komisi III berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi.
"Dilakukan oleh semua aparat penegak hukum, baik kejaksaan, kepolisian maupun KPK, mestinya itu yang dikuatkan bukan dikurangi," ujar Santoso.
Tujuannya, ia menerangkan, agar jika ada tindak korupsi yang lolos dari satu aparat penegak hukum, tidak yang lain. Ia mengingatkan, saat ini dengan tiga aparat penegak hukum saja masih ada kasus-kasus yang lolos.
"Kan begitu, jadi banyak penjaganya, yang sekarang saja ada tiga masih banyak yang menyimpang, apalagi jika itu dikurangi," kata Santoso.
Meski begitu, ia menekankan, JR memang hak warga negara yang dilindungi UU dan tidak dilarang. Tapi, Santoso meyakini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan lebih pro terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. "Termasuk, pencegahan yang sekarang dimiliki kewenangan itu oleh kejaksaan," ujar Santoso.
Sebelumnya, seorang advokat atas nama Yasin Djamaludin menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yasin meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus. Menyatakan Pasal 30 (1) huruf d Kejaksaan bertentangan Pasal 28D (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Juga kewenangan di Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.