REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Pemimpin Jihad Islam Ziyad Al-Nakhalah melakukan kunjungan ke Teheran dan bertemu pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Rabu (14/6/2023). Dalam kunjungan tersebut, Al-Nakhalah didampingi delegasi senior Jihad Islam.
Ketika bertemu Al-Nakhalah, Khamenei mengucapkan selamat atas keberhasilan Jihad Islam dalam meladeni konfrontasi Israel di Jalur Gaza bulan lalu. Menurut Khamenei, pertempuran terbaru itu menunjukkan Zionis berada dalam posisi pasif. Sedangkan Jihad Islam dan kelompok perlawanan Palestina lainnya di Jalur Gaza dinilai sudah mengidentifikasi jalan yang tepat.
“Saya mengucapkan selamat atas kemenangan Jihad Islam di pertempuran Gaza baru-baru ini. Kondisi rezim Zionis sangat berbeda dengan 70 tahun lalu, dan musuh ini berada dalam posisi pasif saat ini,” kata Khamenei, dikutip laman Middle East Monitor.
Dia menekankan, kekuatan yang tumbuh dari kelompok-kelompok perlawanan Palestina adalah kunci untuk membuat Zionis bertekuk lutut. “Gerakan perlawanan Palestina telah mengidentifikasi jalur dengan benar dan melanjutkannya dengan bijak,” ujar Khamenei.
Bulan lalu, kelompok Jihad Islam terlibat pertempuran dengan Israel. Konfrontasi dimulai pada 9 Mei 2023, ketika Israel melancarkan serangan udara yang membidik sejumlah fasilitas Jihad Islam. Serangan tersebut kemudian dibalas Jihad Islam dengan meluncurkan ratusan roket ke wilayah Israel.
Ketika pertempuran pecah, Israel menutup semua jalur penyeberangan ke Jalur Gaza. Hal itu memicu kekurangan persediaan bahan makanan, obat-obatan, hingga bahan bakar yang digunakan untuk mengoperasikan generator listrik.
Pertempuran antara Jihad Islam dan Israel yang berlangsung selama lima hari pada Mei lalu menyebabkan 34 warga Gaza tewas, termasuk enam anak-anak dan tiga wanita. Di antara para korban tewas terdapat pula tiga komandan senior Jihad Islam. Sementara korban luka mencapai sekitar 150 orang.
Organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan, serangan udara yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza pada Mei lalu tidak proporsional dan turut menargetkan warga sipil. Oleh sebab itu, Amnesty menilai, serangan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Amnesty secara khusus menyoroti serangan perdana Israel yang diluncurkan pada 9 Mei 2023 karena langsung menelan korban sipil. “Tiga serangan terpisah pada malam pertama pengeboman pada 9 Mei, di mana bom berpemandu presisi menargetkan tiga komandan senior Brigade Al-Quds, menewaskan 10 warga sipil Palestina dan melukai sedikitnya 20 lainnya,” ungkap Amnesty.
Amnesty menyebut, dalam serangkaian serangan pada 9 Mei 2023, Israel turut menargetkan daerah perkotaan padat penduduk. Serangan itu pun diluncurkan pada dini hari ketika warga tengah tertidur.
Atas fakta tersebut, Amnesty menilai, Israel kemungkinan besar mengabaikan kerugian yang tidak proporsional terhadap warga sipil ketika melancarkan serangannya ke Jalur Gaza. "Sengaja melancarkan serangan yang tidak proporsional, sebuah pola yang telah didokumentasikan Amnesty International dalam operasi Israel sebelumnya, adalah kejahatan perang," kata Amnesty dalam laporannya terkait serangan Israel ke Jalur Gaza pada Mei lalu yang dirilis Selasa (13/6/2023).