REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia mengomentari pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyebut Presiden Cina Xi Jinping diktator. Menurut Moskow, pernyataan Biden menunjukkan kebijakan luar negeri AS tidak konsisten dan tidak menentu.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, ada kontradiksi antara komentar Biden dan upaya Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken yang berusaha menurunkan ketegangan dengan Cina. “Ini adalah manifestasi yang sangat kontradiktif dari kebijakan luar negeri AS, yang berbicara tentang elemen besar yang tidak dapat diprediksi,” ujar Peskov kepada awak media, Rabu (21/6/2023).
Menurut Peskov, komentar Biden merupakan tindak lanjut yang tidak dapat dipahami dari berbagai pernyataan damai selama kunjungan Blinken ke Cina. “Namun itu urusan mereka. Kami memiliki hubungan buruk kami sendiri dengan AS dan hubungan kami yang sangat baik dengan Republik Rakyat Cina,” ucapnya.
Biden menyebut Xi Jinping sebagai diktator ketika sedang berpidato di acara penggalangan dana di California, Selasa (20/6/2023) lalu. Predikat diktator terlontar dari mulut Biden ketika dia tengah menceritakan tentang balon udara milik Cina yang ditembak jatuh AS karena diyakini melakukan aktivitas mata-mata pada Februari lalu.
"Alasan mengapa Xi Jinping menjadi sangat kesal ketika saya menembak jatuh balon itu, dengan dua mobil boks yang penuh dengan peralatan mata-mata di dalamnya, adalah dia tidak tahu balon itu ada di sana," kata Biden.
"Itu sangat memalukan bagi para diktator. Ketika mereka tidak tahu apa yang terjadi. Itu tidak seharusnya terjadi. Itu meledak," tambah Biden.
Pemerintah Cina mengkritik keras pernyataan Biden. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning mengatakan, pernyataan Biden yang menyebut Xi Jinping diktator sangat melanggar fakta, protokol diplomatik, dan martabat politik Cina. “Itu adalah provokasi politik terbuka,” ujar Mao dalam pengarahan pers, Rabu lalu.
Mao pun menjelaskan kembali tentang balon udara milik Cina yang dituding melakukan kegiatan mata-mata oleh AS. Dia menekankan, balon tersebut secara tidak sengaja memasuki wilayah AS dan Beijing tak memiliki kontrol atasnya.
Pada 4 Februari 2023 lalu, AS menembak jatuh balon udara milik Cina yang telah terbang di wilayahnya selama beberapa hari. Washington menuduh balon tersebut melakukan aktivitas pengintaian atau mata-mata.
Salah satu wilayah yang dilintasi balon tersebut adalah Montana, yakni rumah bagi salah satu dari tiga ladang silo rudal nuklir di Pangkalan Angkatan Udara Malmstrom.
AS menyebut masuknya balon Cina ke wilayahnya merupakan pelanggaran yang tak dapat diterima. Jet tempur AS menembak jatuh balon tersebut di lepas pantai Carolina Selatan.
Pada 3 Februari 2023, Pemerintah Cina mengonfirmasi bahwa balon udara yang memasuki wilayah AS adalah miliknya. Namun Beijing membantah tuduhan AS yang menyebut balon itu melakukan aktivitas pengintaian.
“Pesawat itu dari Cina dan bersifat sipil, digunakan untuk meteorologi serta penelitian ilmiah lainnya. Karena pengaruh angin barat dan kemampuan kontrolnya yang terbatas, pesawat itu menyimpang dari jalur yang dimaksudkan,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina dalam sebuah pernyataan.
Cina berang atas langkah AS menembak jatuh balon udara miliknya. Sementara itu, pernyataan Biden yang melabeli Xi sebagai diktator muncul hanya sehari setelah Menlu AS Antony Blinken melakukan kunjungan dua hari ke Cina.
Blinken bertemu Xi Jinping dan Menlu Cina Qin Gang. Tujuan lawatan Blinken adalah menstabilkan hubungan bilateral antara Washington dan Beijing. Sebab dalam beberapa tahun terakhir, relasi kedua negara dibekap ketegangan akibat beberapa isu, salah satunya terkait Taiwan.
Pada Senin (19/6/2023) lalu, Biden menyebut hubungan AS-Cina berada di jalur yang benar. Dia mengisyaratkan bahwa kemajuan telah dicapai selama lawatan Blinken ke Beijing.