REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mekanisme multilateral yang mengatur perjanjian antipenyebaran senjata nuklir perlu direformasi agar lebih efektif, kata mantan menteri luar negeri Hassan Wirajuda.
"Sudah waktunya membawa seluruh negara pemilik nuklir, baik nuclear weapon states maupun nuclear armed states, untuk duduk bersama," kata menteri luar negeri Indonesia periode 2001-2009 itu dalam keterangan KBRI Beijing, Selasa (4/7/2023) lalu.
Hassan menjadi salah satu pembicara dalam Forum Keamanan Dunia ke-11 di Beijing, Senin (3/7/2023). Ada delapan negara pemilik senjata nuklir, yang lima di antaranya dianggap nuclear weapon states atau negara pemilik senjata nuklir sesuai tengan Pakta Anti Penyebaran Senjata Nuklir (NPT). Kelima nuclear weapon states adalah Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan China.
Tiga negara lainnya tak terikat NPT, yakni India, Pakistan, dan Korea Utara. Israel juga dikategorikan negara penguasa nuklir, tapi secara formal menyangkalnya.
Meskipun banyak pihak mengakui senjata nuklir ancaman besar terhadap umat manusia, belum ada traktat atau aturan multilateral yang melarang total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan transfer senjata nuklir, kata dia. Traktat yang membahas senjata nuklir adalah Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT).
NPT adalah perjanjian yang ditandatangani pada 1 Juli 1968 yang bertujuan membatasi kepemilikan senjata nuklir melalui tiga pilar utama, yakni komitmen perlucutan senjata nuklir, non-proliferasi atau tidak menyebarkan senjata nuklir, dan penggunaan bahan nuklir untuk tujuan damai.
Sejak berlaku pada 1970, sudah 191 negara menandatangani traktat tersebut, termasuk lima negara pemilik senjata nuklir, yakni AS, China, Rusia, Inggris, dan Prancis.
Forum Keamanan Dunia adalah forum tahunan yang diselenggarakan oleh Tsinghua University dan Chinese People's Institute of Foreign Affairs. Forum global itu membahas keamanan internasional dengan melibatkan politisi negara-negara sahabat, kepala organisasi internasional, pakar hubungan internasional, dan eksekutif perusahaan, guna membahas situasi global dan keamanan internasional.
Forum yang mengusung tema "Menstabilkan Dunia yang Tidak Stabil melalui Konsensus dan Kerja Sama" itu dihadiri tokoh-tokoh dunia, seperti mantan presiden Brazil Dilma Vana Rousseff, Menteri Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis China Liu Jianchao, dan mantan penasihat khusus Presiden Republik Korea Chung-in Moon.