REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengaku, menerima banyak laporan dari warga terkait praktik manipulasi Kartu Keluarga (KK) dalam sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA negeri. Tak hanya membuka nomor aduan, Bima Arya akan mengecek secara langsung tempat-tempat yang dicurigai menjadi tempat penitipan KK.
Bima Arya menegaskan, telah memerintahkan dinas teknis terkait untuk mengumpulkan data dan fakta atas laporan ini. Termasuk, camat dan lurah setempat untuk mengumpulkan data-data yang bisa membantu.
“Jadi, saya perintahkan untuk mengumpulkan data dan fakta, kami telah membuka aduan hotline khusus PPDB. Saya juga perintahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Pendidikan (Disdik), Camat, dan Lurah untuk membantu mengumpulkan data-data,” kata Bima Arya, Rabu (5/7/2023).
Bima Arya menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan menelusuri pergeseran perubahan KK. Termasuk data-data di sekolah-sekolah negeri favorit.
Dia pun akan meminta langsung keluhan warga terkait sistem zonasi PPDB yang telah berjalan sekitar empat tahun ini. Terlebih sistem zonasi PPDB di salah satu SMA Negeri di Kota Bogor tengah viral dan menjadi sorotan, lantaran diduga terdapat calo.
“Jadi, hari ini kita kumpulkan, besok kita finalisasi dan saya akan cek langsung ke lokasi-lokasi yang dicurigai menjadi tempat penitipan KK. Langkah berikutnya nanti akan kita lakukan tindakan-tindakan, agar sistem ini bisa terus kita perbaiki,” ujar Bima Arya.
Dia menambahkan, pendidikan merupakan hak seluruh masyarakat sehingga aksesnya harus adil dan sesuai aturan. Oleh karenanya, ia sedang melakukan pengumpulan data dan investigasi.
“Silakan sampaikan aduan di kolom komen (Instagram @bimaaryasugiarto) atau Whatsapp ke nomor pengaduan PPDB di Kota Bogor: 0852-1845-3813,” ucapnya.
Terpisah, Ketua Dewan Pendidikan Kota Bogor, Deddy Djumiawan, pun tak menampik jika setiap tahun selalu ada masyarakat yang kecewa dengan sistem zonasi PPDB. Bahkan terdapat kecurigaan dari pengaplikasian sistem zonasi yang sudah dilaksanakan empat tahun ke belakang.
“Kami berharap ada evaluasi menyeluruh dari pemerintah, terhadap efek penerapan zonasi dalam PPDB. Kenyataannya banyak menimbulkan kekecewaan, kesempatan mereka masuk ke sekolah yang dituju terganggu dengan banyak keaneahan yang dicurigai jarak pendaftar dengan sekolah yang makin dekat,” jelas Deddy.
Terkait kecurigaan pada alamat peserta didik, Deddy mengaku akan menindaklanjutinya secara hati-hati. Misalnya, ada orangtua mendaftarkan anaknya ke sebuah sekolah. Pada awalnya, status anak tersebut aman, namun tiba-tiba berubah karena banyak calon peserta didik yang tinggal di daerah itu.
“Padahal tidak banyak anak sekolah, kok yang daftar banyak? Ada kecurigaan yang perlu dibuktikan,” ucapnya.
Melihat kenyataan yang ada, menurut Deddy, Kota Bogor memiliki dua masalah fundamental yang sangat berpengaruh pada pemgaplikasian zonasi. Pertama, yakni terkait ketersediaan jumlah kursi SMP dan SMAN yang rasionya sangat jomplang.
Kedua, sambung Deddy, pola penyebaran sekolah hanya berkumpul di area tengah kota. Sehingga, menambah rumit masalah di lapangan.