Jumat 07 Jul 2023 13:27 WIB

AS Berencana Kirim Senjata Perang yang Dilarang Konvensi Hukum Internasional ke Ukraina

AS berencana mengirimkan amunisi klaster atau amunisi tandan ke Ukraina.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Bom tandan atau cluster bomb. Amerika Serikat (AS) berencana mengirim amunisi atau bom klaster ke Ukraina untuk membantu Kiev mengalahkan Rusia.
Foto: .
Bom tandan atau cluster bomb. Amerika Serikat (AS) berencana mengirim amunisi atau bom klaster ke Ukraina untuk membantu Kiev mengalahkan Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) berencana mengirim amunisi klaster ke Ukraina untuk membantu Kiev mengalahkan Rusia, kata pejabat AS pada Kamis, (6/7/2023). Namun, langkah ini akan ditentang oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena amunisi klaster atau amunisi tandan merupakan senjata yang dilarang digunakan dalam konvensi hukum internasional.

Alasan AS, memberikan bantuan amunisi klaster ini bertujuan untuk memberikan elemen baru yang kuat untuk serangan balasan Ukraina. Rusia disebut telah menggunakan amunisi ini, senjata ini bisa ditembakkan oleh meriam Howitzer 155 milimeter. Namun dampak yang ditimbulkan akan sangat mengerikan, bukan hanya bagi tentara musuh, melainkan juga warga sipil yang berada di kawasan tersebut.

Baca Juga

Disebutkan dalam catatan hukum internasional di PBB, amunisi ini dapat menyebabkan kerusakan luas, jangka panjang, dan parah. Itulah alasannya amunisi ini dilarang oleh hukum internasional berdasarkan pasal 51, paragraf 4, Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, berkaitan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol I).

"Bantuan AS terkait amunisi Klaster ini, diperkirakan akan diumumkan secepatnya pada Jumat (7/7/2023)," kata tiga pejabat AS yang berbicara tanpa menyebut nama. Langkah ini, mereka melanjutkan, telah dipertimbangkan secara serius selama setidaknya satu minggu.

Gedung Putih mengatakan bahwa pengiriman amunisi kluster ke Ukraina "sedang dalam pertimbangan aktif" tapi tidak ada pengumuman yang akan disampaikan. Presiden Joe Biden akan menghadiri KTT NATO pekan depan di Lithuania yang diperkirakan akan didominasi oleh perang di Ukraina.

Kelompok Human Rights Watch meminta Rusia dan Ukraina untuk berhenti menggunakan amunisi kluster dan mendesak AS untuk tidak memasoknya. Kelompok ini mengatakan bahwa pasukan Rusia dan Ukraina telah menggunakan senjata-senjata tersebut, yang telah menewaskan banyak warga sipil Ukraina.

Amunisi tersebut, yang dilarang oleh lebih dari 120 negara, biasanya melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas, mengancam warga sipil. Bom-bom yang gagal meledak dapat menimbulkan bahaya selama bertahun-tahun setelah konflik berakhir.

Undang-Undang Tahun 2009 melarang ekspor amunisi curah AS dengan tingkat kegagalan bom yang lebih tinggi dari 1 persen, yang mencakup hampir semua persediaan militer AS. Biden dapat mengesampingkan larangan terkait amunisi itu seperti yang dilakukan Trump pada Januari 2021 untuk mengizinkan ekspor teknologi amunisi tandan ke Korea Selatan.

Ukraina telah mendesak anggota Kongres untuk menekan pemerintahan Biden agar menyetujui pengiriman amunisi klaster yang dikenal sebagai Dual-Purpose Conventional Improved Munitions (DPICM) atau amunisi konvensional yang dapat ditingkatkan dengan tujuan ganda.

Seorang juru bicara Pentagon mengatakan bahwa pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan untuk mengirimkan DPICM ke Ukraina, tetapi hanya yang memiliki tingkat kegagalan di bawah 2,35 persen.

Militer AS percaya bahwa amunisi tandan akan berguna bagi Ukraina, seorang pejabat senior Pentagon mengatakan pada bulan Juni. Tetapi, amunisi tersebut belum disetujui untuk Kiev karena pembatasan kongres dan kekhawatiran di antara para sekutu.

Angkatan Darat AS, saat ini menghabiskan lebih dari 6 juta dolar AS per tahun untuk menonaktifkan peluru artileri klaster 155 milimeter dan amunisi lama lainnya, demikian menurut dokumen anggaran AS. Militer AS akan mengirimkan DCIPM untuk mengurangi penggunaan peluru standar 155 milimeter yang selama ini dikirim Washington ke Kiev dalam jumlah besar.

Juga dalam paket bantuan yang akan diumumkan, yang diperkirakan bernilai 800 juta dolar AS. Ukraina akan menerima amunisi untuk Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), dan kendaraan darat seperti kendaraan tempur Bradley dan pengangkut personel lapis baja Stryker, demikian diungkap para pejabat.

Paket ini masih dalam tahap finalisasi dan dapat berubah, kata pejabat tersebut. Paket ini akan didanai dengan menggunakan Otoritas Penarikan Presiden, yang memberi wewenang kepada Biden untuk mentransfer barang dan jasa dari persediaan AS tanpa persetujuan kongres selama keadaan darurat. Bahan-bahan tersebut akan berasal dari kelebihan persediaan AS.

Paket bantuan keamanan ini akan menjadi yang ke-42 yang disetujui oleh Amerika Serikat untuk Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari 2022, dengan total lebih dari 40 miliar dolar AS. Ukraina juga telah mendorong pembelian pesawat tempur Barat baru, termasuk F-16, dalam upaya melakukan serangan balasan.

"F-16 atau peralatan lain yang kami perlukan akan memberi kami kesempatan untuk bergerak lebih cepat, menyelamatkan lebih banyak nyawa, dan bertahan lebih lama," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam sebuah wawancara dengan ABC News yang disiarkan pada Kamis (6/7/2023).

Anggota NATO, Denmark dan Belanda, memimpin upaya koalisi internasional untuk melatih pilot dan staf pendukung, merawat pesawat, dan pada akhirnya memasok F-16 ke Ukraina. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement