REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Nelayan di pesisir Indramayu yang tergabung dalam Gerakan Nelayan Pantura (GNP), menolak pemberlakuan migrasi kapal tangkap ikan yang berukuran 20 GT hingga 30 GT. Aturan tersebut diberlakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sekjen GNP, Robani Hendra Permana, menyatakan, ada sejumlah alasan mengapa pihaknya menolak kebijakan itu. Pertama, dasar penentuan ukuran kapal 20 GT – 30 GT di migrasi ke KKP/Pusat tidak jelas. Jika dasarnya kapal yang beroperasi diatas 12 mil, maka kapal yang berukuran 5 GT – 10 GT pun banyak yang beroperasi diatas 12 mil.
Kedua, pendapatan kapal yang berukuran 20 GT – 30 GT sedang tidak pasti, bahkan banyak yang merugi. Lebih besar pengeluaran dibandingkan pendapatan.
‘’Apalagi jika kelak kapal ukuran ini dikenakan pungutan PNBP lima persen dan biaya pemasangan VMS serta biaya tahunan,’’ kata Robani, Jumat (7/7/2023).
Ketiga, dengan adanya migrasi kapal, hal itu menunjukkan pemerintah/KKP tidak mendukung semangat nelayan tradisional untuk menangkap ikan diatas 12 mil. Sedangkan laut dibawah 12 mil sudah tidak ada ikan karena air tercemar oleh limbah.
Keempat, aturan migrasi kapal dibuat tidak berdasarkan kajian yang mendalam, tetapi hanya berdasarkan kepentingan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Penolakan itu dituangkan dalam bentuk pernyataan sikap dan penandatanganan bersama di atas baliho/spanduk oleh para nelayan.
Ketua Umum GNP, Kajidin, menilai, pemberlakuan aturan tersebut tidak berdasar. Apalagi, dengan melihat kondisi nelayan maupun pelaku usaha perikanan tangkap saat ini.
Kajidin menyebutkan, apabila kapal kecil melakukan penangkapan ikan dibawah 12 mil, maka tidak akan ada hasilnya. ‘’Menurut saya itu kajiannya belum mendasar, karena kapal yang menangkap ikan diatas 12 mil bukan hanya kapal 20 GT atau 30 GT saja. Kapal yang 3 GT pun juga pasti menangkapnya diatas 12 mil,’’ tukas Kajidin.
Kajidin mengungkapkan, karena kajiannya belum mendasar, maka untuk saat ini nelayan Indramayu menolak aturan migrasi kapal. Dia menilai, pemerintah membuat aturan seolah tidak memikirkan keberlangsungan nelayan. Pasalnya, pemerintah hanya memikirkan keberlangsungan ikan saja.
‘’Kami akan memberikan data kapal yang bangkrut, yang itu menjadi tanggung jawab kementrian karena tidak dapat bekerja untuk memajukan nelayan,’’ cetus Kajidin.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto, menyatakan, pihaknya pun mendukung dan sepakat sikap GNP. Pasalnya, jika aturan tersebut diterapkan, maka akan berdampak pula pada nelayan kecil.
‘’Kapal yang beroperasi diatas 12 mil itu bukan hanya kapal 20 GT – 30 GT saja, tapi kapal 3 GT juga. Karena itu, aturan tersebut wajib kita tolak. Pemerintah harus mengevaluasi dan mengkaji ulang kebijakan itu,’’ tegas Dedi.