Sabtu 08 Jul 2023 16:58 WIB

Aksi Agresif Kapal-Kapal Vietnam di Laut Indonesia Mulai Kembali Terlihat

Kapal ikan asing berbendera Vietnam melakukan illegal fishing.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Perahu nelayan melintas dekat kapal ikan nelayan asing dengan nama KHF 1786 (kanan) yang ditangkap terkait kasus ilegal fishing di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) desa Lampulo, Banda Aceh.
Foto: ANTARA/AMPELSA
Perahu nelayan melintas dekat kapal ikan nelayan asing dengan nama KHF 1786 (kanan) yang ditangkap terkait kasus ilegal fishing di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) desa Lampulo, Banda Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik illegal fishing di laut Indonesia yang dilakukan negara-Negara di Laut China Selatan atau LCS kembali marak terjadi. Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hingga Juli 2023, 368 kapal ikan asing berbendera Vietnam yang melakukan illegal fishing dideteksi di perairan Indonesia. 

Illegal fishing di RI masih sulit dihentikan. Meskipun tahun lalu Vietnam dan RI sudah merampungkan perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), kapal berbendera Vietnam tidak pernah berhenti menangkap ikan di ZEE RI.

Baca Juga

Tidak hanya illegal fishing di Indonesia, jejak pencurian ikan Vietnam juga terlihat di Filipina dan Malaysia. Pada 4 Oktober 2022, empat nelayan Vietnam ditangkap di Filipina karena penangkapan ikan ilegal. 

Pada 26 Juni 2023, delapan nelayan Vietnam ditahan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) dan rampasan senilai RM 1.5 juta disita oleh pemerintah Malaysia.

Jelas, banyak unsur yang berbahaya diakibatkan dari illegal fihsing. "IUU fishing bukan hanya persoalan menangkap ikan, namun dibarengi dengan narkotika, perbudakan, perdagangan manusia, penggelapan pajak, korupsi, imigrasi dan pencucian uang," kata Bambang Irawan, Deputi Operasi dan Latihan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, dalam diskusi bertajuk 'Tackling Challenges of IUU Fishing' di Jakarta, seperti dilansir pada Sabtu (8/7/2023). 

Selain praktik penangkapan ikan ilegal, kapal Vietnam juga melakukan gerakan lain yang bersifat agresif untuk maksimalkan kepentingan laut. Salah satunya Perundingan Penetapan Batas ZEE RI dan Vietnam. Pada 14-16 Desember 2022, Pertemuan Teknis ke-17 Penetapan Batas ZEE RI-Vietnam diselenggarakan di Jakarta. Dalam pertemuan ini, pihak kedua merampungkan perundingan ZEE, dan Indonesia memberikan konsesi besar kepada Vietnam.

Sebenarnya, sebelum TM-17 dilaksanakan, Konsesi RI ini dikritik oleh para pihak di Indonesia. Sekretaris KORAL Mida Saragih menilai ada beberapa kerugian yang diterima Indonesia jika melakukan pemberian konsesi ke Vietnam.

"Terkait dengan sumber daya alam dan sumber daya ikan, Vietnam sudah menjadi 'residivis' pencurian ikan yang berulang kali terjaring operasi penangkapan di perairan Indonesia," kata Mida. 

Terhadap pemberian konsesi Indonesia, Anggota DPD RI, Fahira Idris juga menuturkan jika memang ada draft konsesi atau perjanjian yang diajukan oleh pihak Indonesia dan pihak Vietnam harusnya dijabarkan kepada publik.

"Tidak boleh ada satu pun klausul yang diajukan justru akan merugikan kita. Saya mengimbau publik untuk mengawal tiap proses perundingan batas ZEE dengan Vietnam," kat Fahira Idris pada Selasa (6/12/2022).

Tidak hanya menekankan Indonesia dalam perundingan penetapan ZEE, Vietnam juga 

melaksanakan sejumlah langkah-langkah ekspansi di Laut China Selatan (LCS).

Mendasarkan temuannya pada citra satelit komersil, Prakarsa Transparansi Maritim Asia (AMTI) Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) mengatakan bahwa dengan upaya pengerukan dan penimbunan, Vietnam menciptakan sekitar 170 hektare lahan baru di Kepulauan Spratly.

AMTI pun mengatakan, pos terdepan Vietnam di Pulau Namyit, Pearson Reef dan Sand Cay sedang mengalami ekspansi besar-besaran. 

Bahkan, wilayah itu memiliki pelabuhan pengerukan yang mampu menampung kapal yang lebih besar. Pada Juli 2022, Kementerian Luar Negeri Filipina mengirimkan nota diplomatik kepada pihak Vietnam untuk meminta pemerintah Vietnam menghentikan pembangunan fasilitasnya dan menghentikan pelanggaran entiti geologi yang dimiliki Filipina di LCS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement