Selasa 11 Jul 2023 07:52 WIB

Soal Divestasi Vale, Jokowi Diminta Berpegang pada Undang-Undang

Saham Vale Indonesia masih dikuasai oleh Vale Canada Limited sebesar 43,79 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk meninjau ulang rencana pemberian perpanjangan izin kontrak PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan berakhir pada tahun 2025.
Foto: dok Vale Indonesia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk meninjau ulang rencana pemberian perpanjangan izin kontrak PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan berakhir pada tahun 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana divestasi saham PT Vale Indonesia, Tbk. (INCO) kepada pemerintah masih terus bergulir seiring dengan akan berakhirnya Kontrak Karya (KK) perusahaan tersebut pada 2025.

Pengamat Pertambangan Ferdy Hasiman menilai, sebagai kepala pemerintah, Presiden Joko Widodo diharapkan untuk berpegang pada aturan undang-undang yang mengharuskan perusahaan asing melakukan divestasi hingga 51 persen kepada negara.

Adapun, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 menerangkan, badan usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing harus melakukan divestasi saham sebesar 51 persen kepada Pemerintah Indonesia.

Divestasi juga dilakukan secara berjenjang kepada pemerintah daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta nasional. Saat ini, Indonesia hanya menguasai 20 persen  saham Vale melalui holding pertambangan MIND ID. Artinya, diperlukan 31 persen lagi agar perusahaan plat merah itu menjadi pengendali.

Sementara, Induk Vale Indonesia, yaitu Vale Canada Limited, hanya akan melepas sahamnya kepada pemerintah sebesar 11 persen hingga 14 persen. Nilai ini hanya menambah porsi kepemilikan pemerintah pada perusahaan pertambangan nikel tersebut.

Namun, sayangnya, tetap tidak memenuhi persyaratan UU, dan tidak mampu menjadikan pihak pemerintah sebagai pemegang saham pengendali.

Ferdy menilai, angka 14 persen hanya hasil kompromi antara Vale dengan pemerintah. Mestinya eksekutif perlu memutar otak agar Sumitomo dan Vale sama-sama mau melepas sahamnya hingga 31 persen.

"Kalau cepat-cepat mengambil keputusan, pemerintah bisa gagal dapat (saham Vale). Skemanya harus tepat. Jangan sampai Pemerintah Jokowi dipersalahkan di kemudian hari," kata dia dalam keterangan resminya, Senin (10/7/2023).

Di luar 20 persen saham yang dilepas di Bursa Efek Indonesia, saham Vale Indonesia masih dikuasai oleh Vale Canada Limited sebesar 43,79 persen, diikuti MIND ID sebesar 20 persen dan Sumitomo Metal Mining Co, Ltd. sebesar 15,03 persen.

Selebihnya merupakan investor dengan kepemilikan saham di bawah dua persen seperti Citibank Singapore S/A Government of Singapore 1,68 persen, DSJ Ketenagakerjaan Program JHT 1,60 persen, dan JMSE AMS RE AIF CTL Re-Stichting Depository APG Emerging Market Equity Pool dengan kepemilikan satu persen.

"Presiden Jokowi jangan asal-asalan. Kalau dia (Vale) divestasi hanya 14 persen belum sesuai aturan, karena 51 persen itu bukan perintah Jokowi, tapi perintah UU," jelasnya.

Senada, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mendorong pemerintah untuk melakukan renegosiasi dengan pihak pemegang saham mayoritas saat ini. Upaya perpanjangan kontrak karya menjadi IUPK perusahaan itu menjadi kesempatan bagus bagi pemerintah. 

"Momennya adalah perlunya Vale mendapatkan perpanjangan IUPK di tahun depan," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement