REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen HAM Kemenkumham) Dhahana Putra memandang adanya urgensi guna memperbarui basis data eksil korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Apalagi, pemerintah berencana menjemput mereka untuk kembali ke Indonesia.
Kabar penjemputan eksil itu semula disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD pekan lalu. Mahfud berencana mendatangi beberapa negara di Eropa guna menemui para eksil korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Database (basis data) itu kan memang nanti, ya, apakah nanti perlu di-update kembali, saya pikir perlu di-update," kata Dhahana kepada wartawan dalam kegiatan Evaluasi Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Secara Non-yudisial di Jakarta pada Rabu (12/7/2023).
Dhahana memprediksi akan muncul lebih banyak eksil usai mereka memperoleh informasi mengenai rencana penjemputan oleh pemerintah untuk kembali ke Indonesia. Sehingga, Dhahana mengakui pentingnya pemerintah untuk memperbarui basis data tersebut demi kepentingan para eksil yang menjadi korban.
"Pada saat sudah terinformasi secara masif kan banyak eksil, dan juga mungkin nanti ada informasi kepada eksil di berbagai negara terkait hal seperti ini (penjemputan)," ujar Dhahana.
Kemenkumham sementara ini telah memverifikasi 136 orang yang merupakan eksil korban pelanggaran HAM berat yang berada di luar negeri. Nantinya Kemenkumham menyediakan layanan cepat bagi para eksil yang ingin kembali ke Indonesia.
"Pertama, untuk visa, kemudian KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) itu nol rupiah semua ya," ucap Dhahana.
Sebelumnya, pada Jumat (23/6/2023), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan data sementara ada sebanyak 136 eksil korban pelanggaran HAM berat di luar negeri. Sebagian besar dari mereka yang terdata merupakan eksil korban pelanggaran HAM saat Peristiwa 1965-1966, serta dua lainnya merupakan eksil dari kasus Kerusuhan Mei 1998 dan Simpang KKA Aceh.
Dari 136 orang itu, 67 eksil merupakan korban Peristiwa 1965 ada di Belanda, satu orang dan 37 keturunannya ada di Rusia, 14 orang di Republik Ceska, delapan orang di Swedia, dua orang eksil dan satu keturunannya di Slovenia. Selanjutnya, satu eksil di Albania, satu di Bulgaria, satu di Suriah, satu di Inggris, satu di Jerman, dan dua eksil yang masing-masing korban Kerusuhan Mei 1998 dan korban Peristiwa Simpang KKA Aceh ada di Malaysia.