REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan kembali bahwa Indo-Pasifik harus menjadi kawasan yang aman, damai, dan jangan sampai menjadi medan pertempuran antara negara-negara besar yang berupaya berebut pengaruh di kawasan.
Dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri KTT Asia Timur (EAS) di Jakarta, Jumat (14/7/2023), Retno mengatakan bahwa 'Indo-Pasifik saat ini sedang berada dalam masa kritis'.
EAS merupakan satu forum kawasan yang melibatkan 18 negara peserta EAS, yaitu 10 negara ASEAN, Australia, Cina, India, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, dan Amerika Serikat.
Retno mengatakan, Indo-Pasifik harus menjadi tempat yang aman karena wilayah tersebut merupakan rumah bagi 60 persen populasi dunia. Kawasan tersebut juga bakal menjadi penyumbang terbesar ekonomi dunia selama 30 tahun ke depan.
"Tapi, kita masih belum mampu menciptakan lingkungan yang kondusif. Ketidakpercayaan dan ketidakpastian masih ada," ujarnya.
Dia berharap EAS dapat berkontribusi dalam menciptakan Indo-Pasifik sebagai kawasan yang aman, stabil, dan inklusif, dan mendorong kolaborasi ke kawasan-kawasan lain.
ASEAN pada 2019 telah menyepakati Pandangan ASEAN terhadap Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on Indo-Pacific/AOIP) yang merupakan penegasan posisi organisasi regional itu dalam peranannya untuk menjaga perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik.
Namun, AOIP tidak menyinggung rivalitas antara AS dan China yang makin nyata di Indo-Pasifik. Pandangan yang digagas Indonesia itu lebih mengedepankan pendekatan dialog dan kerja sama yang terbuka dan inklusif alih-alih kompetisi dan rivalitas. AOIP menegaskan bahwa ASEAN tidak akan berpihak pada negara besar manapun dan akan menjaga perdamaian kawasan Indo-Pasifik.