Selasa 18 Jul 2023 19:19 WIB

Panas Ekstrem Buat Jumlah Turis ke Eropa Selatan Menurun, Ini Alternatifnya

Sebagian besar turis memilih untuk melancong ke negara yang lebih dingin

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Gelombang panas telah menewaskan lebih dari 60.000 orang di Eropa pada musim panas lalu.
Foto: AP
Gelombang panas telah menewaskan lebih dari 60.000 orang di Eropa pada musim panas lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Kenaikan suhu ekstrem di seluruh Eropa selatan dapat mendorong penurunan jumlah wisatawan selama musim panas. Sebagian besar turis memilih untuk melancong ke negara yang lebih dingin atau berlibur pada saat musim semi dan musim gugur untuk menghindari panas ekstrem.

Data Komisi Perjalanan Eropa (ETC) menunjukkan jumlah orang yang melakukan perjalanan ke wilayah Mediterania pada Juni hingga November telah turun 10 persen dibandingkan tahun lalu, ketika cuaca yang sangat panas menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan. Sementara itu, destinasi wisata ke Republik Ceko, Denmark, Irlandia, dan Bulgaria mengalami lonjakan minat.

Baca Juga

"Kami mengantisipasi bahwa kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi di masa mendatang akan berdampak lebih besar pada pilihan wisatawan di Eropa," kata Kepala ETC, Miguel Sanz.

Sebuah laporan oleh badan perdagangan menunjukkan 7,6 persen wisatawan sekarang menilai kejadian cuaca ekstrem sebagai perhatian utama untuk perjalanan antara Juni dan November. Seorang wisatawan Anita Elshoy dan suaminya terpaksa pulang ke Norwegia dari tempat liburan favorit mereka di Vasanello, yaitu sebuah desa di utara Roma. Elshoy memutuskan pulang seminggu lebih awal dari rencana karena suhu mencapai sekitar 35 derajat Celcius.

"(Saya) mengalami rasa sakit di kepala, kaki, dan jari (saya) membengkak dan saya menjadi semakin pusing. Kami seharusnya berada di sana selama dua minggu, tapi kami tidak bisa (tinggal) karena cuaca panas," ujar Elshoy.

Bagi Elshoy, musim panas di Eropa selatan mungkin sudah berlalu. Elshoy mengatakan, dia akan mempertimbangkan untuk berlibur di negara asalnya Norwegia sebagai gantinya.

"Saya tidak ingin berlibur di mana saya sakit kepala dan pusing lagi," ujar Elshoy.

Permintaan untuk perjalanan telah melonjak pada musim panas ini, karena pencabutan pembatasan pandemi Covid-19. Perusahaan perjalanan mengatakan, sejauh ini belum ada pesanan yang dibatalkan. Sean Tipton dari grup agen perjalanan Inggris ABTA mengatakan, warga Inggris telah memesan lebih banyak akomodasi perjalanan liburan di Mediterania, berbulan-bulan sebelumnya karena mereka mendambakan liburan di pantai setelah lockdown.

Para ilmuwan telah lama memperingatkan cuaca menjadi lebih parah dan mematikan....

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement