Kamis 20 Jul 2023 15:53 WIB

Perubahan Suhu Ekstrem, BMKG Sarankan Petani Gunakan Green House

Sistem green house demi menghindari potensi gagal panen akibat perubahan cuaca.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Gita Amanda
Prakirawan cuaca BMKG Kota Bandung Yuni Yulianti menyarankan petani dan pekebun untuk mengandalkan sistem green house demi menghindari potensi gagal panen akibat perubahan cuaca, (ilustrasi).
Foto: Dok Republika
Prakirawan cuaca BMKG Kota Bandung Yuni Yulianti menyarankan petani dan pekebun untuk mengandalkan sistem green house demi menghindari potensi gagal panen akibat perubahan cuaca, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Prakirawan cuaca BMKG Kota Bandung Yuni Yulianti menyarankan masyarakat khususnya petani dan pekebun untuk mengandalkan sistem green house demi menghindari potensi gagal panen akibat perubahan cuaca ekstrem. Yuni mengatakan, sejak beberapa waktu terakhir, Kota Bandung terus terasa lebih dingin khususnya di waktu malam hingga pagi hari. Sedangkan di siang harinya matahari terasa lebih terik dan dibarengi dengan cuaca panas. 

"Ini bisa berdampak pada tanaman, makanya petani dihimbau untuk menggunakan rumah kaca atau green house untuk memodifikasi cuaca agar tanaman bisa tumbuh optimal meski di tengah perubahan cuaca ini," kata Yuni kepada Republika, Kamis (20/7/2023). 

Baca Juga

Yuni memaparkan, dalam lima hari terakhir, suhu minum terus terjadi di Kota Bandung dan Lembang. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa suhu udara minimum mengalami perubahan signifikan pada hari ini, yaitu mencapai 17 derajat Celsius. Sementara nilai Suhu minimum normal pada bulan Juli adalah 18,2 derajat Celsius, dan pada Agustus nilainya 17,5 derajat Celsius.

Fenomena ini, kata Yuni disebabkan angin timuran atau angin monsun Australia yang membawa suhu dingin dan kering dari Australia ke Asia, termasuk Indonesia. Angin timuran, sambung Yuni, juga memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan angin baratan, yakni 5 hingga 21 kilometer per jam. Oleh karena itu suhu di malam hingga pagi hari terasa jauh lebih dingin, sambungnya. 

Selain angin timuran, menupisnya tutupan awan di wilayah Jawa Barat termasuk Kota Bandung juga sangat berpengaruh, kata Yuni. Menipisnya tutupan awan mengartikan bahwa suhu air laut mulai meningkat dan proses pembentukan awan hujan mulai berkurang secara signifikan. 

"Akibatnya, saat siang hari panas yang terserap dari matahari akan berada pada level maksimum kemudian, di malam dan dini harinya dilepaskan secara optimal pula makanya cenderung terasa sangat dingin," papar Yuni.

"Makanya di siang hari suhu di wilayah Bandung mencapai 30-31 derajat celcius, sementara suhu minimum di pagi hari 17-19 derajat celcius," imbuuhnya. 

Meski begitu, Yuni mengatakan bahwa fenomena ini merupakan hal yang awam terjadi selama musim kemarau khususnya selama Juli hingga Agustus, dimana suhu minimum berkisar di 16 hingga 19 derajat celcius. Untuk menghindari hal yang tidak diharapkan selama periode perubahan suhu ekstrem ini, Yuni menghimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga ketahanan tubuh.

"Karena perubahan suhu sangat tinggi di dini hari dan siang hari ini sangat berpotensi meyebabkan dehidrasi dan turunnya imun tubuh. Masyarakat dihimbau pula untuk selalu menggunakan tabir surya agar sinar UV bisa terhalang, jika panas sangat terik disarankan untuk melakukan aktivitas di dalam ruangan," ujar Yuni. 

Perubahan suhu ekstrem ini diperkirakan akan berlangsung hingga September mendatang, mengingat masih berlangsungnya periode musim kemarau. Fenomena ini juga bukan hanya terjadi di Kota Bandung namun juga di sejumlah daerah di pulau Jawa, pungkas Yuni. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement