REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR sedang melakukan pembahasan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengungkapkan ketentuan pidana salah satu yang menjadi sorotan perubahan.
ICJR menemukan salah satu pasal bermasalah adalah ketentuan Pasal 36 jo. Pasal 51 ayat (2) UU ITE, yang pada intinya menaikkan ancaman pidana dari beberapa pasal pidana seperti Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan. Yaitu pidana maksimal 4 tahun penjara menjadi pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar. Pasal tersebut juga sempat dibahas di Kemenko Polhukam.
"Pasal ini sering sekali digunakan sebagai alasan untuk sekadar dapat melakukan penahanan, padahal tidak jelas kerugian materil atau imateril yang diderita korban penghinaan," kata Direktur ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangannya pada Jumat (21/7/2023).
ICJR memandang pasal ini menjadi sangat karet sekaligus menimbulkan multi tafsir dalam implementasi. ICJR menduga pasal itu ditujukan guna menahan seseorang.
"Hanya digunakan untuk dapat melakukan penahanan karena ancaman pidana di atas 5 tahun penjara (Pasal 21 ayat (4) KUHAP)," ujar Erasmus.
ICJR menilai pemberatan ancaman pidana akibat kerugian tidak relevan dalam UU ITE. Sebab korban justru tidak mendapatkan ganti rugi atas kerugian tersebut lantaran denda akan dibayarkan ke negara, bukan korban.
"Pasal ini hanya untuk memperberat hukuman yang pada beberapa pasal telah dihindarkan sesuai perubahan UU ITE sebelumnya agar penahanan tidak dapat dilakukan," ucap Erasmus.
ICJR juga mendorong apabila terjadi kerugian, maka korban dapat menggunakan mekanisme penggabungan gugatan kerugian pidana-perdata melalui ketentuan pasal 98 KUHAP. Kerugian akibat penghinaan pun sudah diatur dalam pasal 1372 BW/KUHPerdata.
Selain itu, ICJR menekankan beberapa ketentuan pidana dalam UU ITE sudah dicabut dalam KUHP sebagai langkah awal perbaikan UU ITE.
"Sinkronisasi itu termasuk memberikan pemberatan pada beberapa pasal di KUHP apabila dilakukan dengan sarana elektronik sesuai putusan dari Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, maka pemberatan kerugian tidak lagi diperlakukan dan malah menimbulkan overkriminalisasi," ujar Erasmus.
Atas dasar itulah, ICJR meminta agar DPR dan Pemerintah dapat mencabut ketentuan pasal 36 jo. Pasal Pasal 51 ayat (2) UU ITE.
"Ini untuk mendorong perbaikan optimal melalui revisi UU ITE yang saat ini sedang berlangsung," ucap Erasmus.