Kamis 27 Jul 2023 08:47 WIB

Milad Ke-48, MUI Harus Hadirkan Agama Sebagai Problem Solver Kehidupan

MUI menjadi elemen yang mempersatukan umat.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Musisi legendaris Rhoma Irama menghadiri Kongres Budaya Umat Islam Indonesia yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) di gedung Sasana Kriya TMII, Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Foto: Republika/Umar Mukhtar
Musisi legendaris Rhoma Irama menghadiri Kongres Budaya Umat Islam Indonesia yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) di gedung Sasana Kriya TMII, Jakarta, Rabu (26/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Zainut Tauhid Sa’adi, menegaskan bahwa agama harus dapat dihadirkan sebagai solusi atas beragam masalah, bukan malah menjadi bagian dari masalah.

"Agama hendaknya dapat menjadi penawar bagi persoalan global yang hingga kini masih membutuhkan peran nyata dari agama itu sendiri," kata Kiai Zainut dalam acara Kongres Budaya Umat Islam Indonesia, yang diselenggarakan oleh Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI Pusat dalam rangka peringatan Milad ke-48 MUI, di Jakarta, Rabu (26/7/2023)

Baca Juga

Kiai Zainut mengatakan, umat Islam saat ini sedang menghadapi tantangan baru yang sangat kompleks. Kemajuan teknologi informasi yang dahsyat telah membentuk watak masyarakat yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Agama masa depan harus memberikan nilai-nilai dasar dan modalitas yang dapat membantu memahami tantangan yang dihadapi oleh umat manusia.

Kemajuan teknologi digital tidak dapat dihindari dan tidak dapat dihentikan dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Justru itu memberi umat manusia teknologi mewah yang dapat mempercepat perubahan dan menyebabkan banyak gangguan.

"Agama harus membekali pengikutnya dengan pola pikir digital yang tepat dan literasi digital yang memadai, untuk memastikan bahwa transformasi digital berlangsung secara sistematis, tepat dan transformatif, untuk membangun peradaban dunia yang lebih baik," ujar Kiai Zainut.

Mantan Wakil Menteri Agama (Wamenag) itu mengatakan, Islam telah memberikan ruang yang sangat luas bagi pemeluknya untuk melakukan tafsir dan pemaknaan ulang atas ajaran-ajarannya yang bersifat ijtihady, agar ajaran Islam dapat diterima dan relevan dengan kebutuhan nyata, khususnya untuk menjaga keharmonian, perdamaian, dan kesejahteraan kehidupan manusia.

Menurut Kiai Zainut, ajaran agama Islam itu sendiri sesungguhnya sangat lekat dengan konsep rahmah atau kasih sayang, sebagaimana muatan nilai risalah Nabi Muhammad SAW yaitu rahmatan lil-alamin. Prinsip kelembutan dan kasih sayang Islam ini perlu dijadikan landasan dalam praktik kehidupan yang majemuk, modern, dan kompleks.

"Maraknya konflik dan peperangan di belahan dunia, pertikaian sosial berbasis paham keagamaan, ekstremisme dengan dalih jihad, rusaknya konservasi alam, perdagangan manusia, praktik ketidakadilan gender, diskriminasi terhadap minoritas dan lain-lain, seharusnya dapat dipecahkan melalui peran agama," kata Zainut.

Forum Kongres yang mengambil tema "Mengukuhkan Peran Kebudayaan Islam Indonesia dalam Merekatkan Kebhinekaan Indonesia Bangsa" diikuti para ulama, Pimpinan MUI Pusat dan Daerah, Pimpinan Ormas Islam tingkat Pusat, akademisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Pimpinan Pondok Pesantren, para tokoh dan praktisi seni dan budaya dari berbagai daerah. Hadir juga sebagai nara sumber Prof Susanto Zuhdi guru besar UI dan KH Jeje Zainuddin Ketua Bidang Seni Budaya MUI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement