Sabtu 05 Aug 2023 11:49 WIB

KY Upayakan MoU dengan Polri untuk Jemput Paksa Hakim

KY hanya memiliki 300-an orang untuk mengawasi 8.000 hakim.

Ketua KY Amzulian Rifai.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua KY Amzulian Rifai.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) mengupayakan nota kesepahaman (MoU) atau perjanjian kerja sama dengan Polri. Salah satu tujuannya, sebagai payung hukum dalam upaya jemput paksa terhadap hakim bermasalah.

Ketua KY Amzulian Rifai mengatakan, telah menjadwalkan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk membahas hal tersebut. "Waktu MoU, Bapak Kapolri yang datang ke KY, bukan kami yang datang ke Polri. Insya Allah, ini kami jadwalkan, karena kalau enggak ada MoU, bagaimana kami mau panggil paksa? Akan kesulitan kami," kata Amzulian di Yogyakarta, Sabtu (5/8/2023).

Amzulian mengatakan, KY memerlukan kerja sama dengan Polri selaku lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan tertentu. Selain untuk jemput paksa, tambahnya, MoU itu juga diperlukan untuk kinerja lain KY dalam pengawasan perilaku hakim.

"Dalam banyak hal, tentu KY membutuhkan kerja sama itu. Tentu payung hukum yang umum, termasuk untuk riset, data, di dalam profiling, asesmen hakim, dan seterusnya," tambah Amzulian.

Menurut Ketua Ombudsman RI periode 2016–2021 itu, KY dan Polri memiliki sumber daya yang tersebar di berbagai daerah, baik di tingkat daerah (polda) hingga sektor (polsek).

"Kami perlu, karena kepolisian punya resource di seluruh polda bahkan sampai ke polsek. Sangat luar biasa kalau kami bisa kerja sama dengan Polri," katanya.

Selain dengan Polri, Amzulian mengatakan, KY juga menjajal MoU dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai upaya KY dalam bersinergi dengan lembaga negara lainnya.

"Saya katakan, kalau ada MoU, jangan di KPK, (tapi) KPK-nya yang datang ke KY. Saya komunikasikan dan kemarin saya pastikan ke Pak Firli (Bahuri)," ucap Amzulian.

Lebih lanjut, KY memiliki tugas berat karena sumber daya manusia (SDM) lembaganya hanya 300-an orang untuk mengawasi hakim yang jumlahnya mencapai 8.000 orang.

"Sudahlah terbatas secara SDM, terbatas juga secara kewenangan," imbuhnya.

Oleh sebab itu, dia mengupayakan, sinergisme dengan berbagai pihak, termasuk media massa nasional dan lokal.

"Kalau teman media membantu kami, pada akhirnya berkontribusi kepada lembaga peradilan yang memang kondisinya saat ini perlu upaya ekstra keras bagi kita untuk memperbaikinya," ujar Amzulian.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement