Senin 07 Aug 2023 03:36 WIB

Kandang Maggot Yogyakarta Dimaksimalkan, Solusi Kurangi Volume Sampah Organik

Akan diupayakan revitalisasi mesin pencacah yang rusak.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Budi daya maggot (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Budi daya maggot (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengolahan sampah organik dimaksimalkan menyusul ditutupnya TPA Regional Piyungan. Salah satunya melalui pengolahan sampah organik dengan biokonversi maggot di Kandang Maggot Jogja, Kricak, Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

Kandang Maggot Jogja itu dikelola masyarakat secara mandiri selama hampir dua tahun ini. Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan, keberadaan kandang maggot tersebut merupakan salah satu alternatif untuk pengolahan sampah organik.

Pihaknya akan memaksimalkan kemampuan kapasitas Kandang Maggot Jogja yang bisa mengelola sampah organik hingga satu ton  per hari. Terutama untuk mengolah sampah organik masyarakat di Kelurahan Kricak.

"Saya kira ini merupakan satu alternatif yang sangat luar biasa karena sudah dimulai pengolahan sampah organik dengan cara maggot. Ini ternyata sudah cukup lama dan kapasitasnya juga sangat besar yaitu satu ton per hari," kata Singgih, Sabtu (5/8/2023).

Singgih menuturkan, saat ini operasional Kadang Maggot Jogja belum bisa maksimal mengelola satu ton sampah organik. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa kendala, seperti mesin pencacah sampah yang rusak dan kendaraan pengangkut yang macet.

Untuk itu, akan diupayakan revitalisasi mesin pencacah yang rusak dan kendaraan pengangkut di Kandang Maggot Jogja agar pengolahan sampah organik bisa dilakukan dengan maksimal.

"Karena kita tahu Yogya masih darurat sampah, sehingga ini bisa memberikan manfaat kepada lingkungan. Di sini paling enggak satu ton per hari ini mungkin untuk satu kelurahan. Saya kira bisa menyelesaikan masalah sampah organik di level kelurahan,” ujarnya.

Pengelola Kandang Maggot Jogja, Endang Rohjiani mengatakan, kandang maggot baru bisa menampung sekitar 300 kilogram sampah organik dari masyarakat di RW 9 Kricak. Sebelumnya pihaknya bisa mengelola sampah organik dari 13 RW di Kricak, namun karena ada kendala mesin pencacah penggerak yang rusak dan satu kendaraan roda tiga rusak, sehingga aktivitas pengambilan sampah tidak bisa berjalan dengan baik.

“Kami saat ini baru menggunakan mesin kecil yang kapasitasnya tidak bisa satu ton per hari. Jadi harapan kami sebetulnya ada bantuan untuk mesin besar dan itu penggeraknya bisa dibenahi sama tossa (kendaraan pengangkut). Kalau dua hal itu bisa diperbaiki, satu ton per hari kami siap tampung,” kata Endang.

Dijelaskan, maggot memiliki siklus 45 hari dari telur, kemudian baby telur berusia lima hari, lalu masuk menjadi maggot dimana serapan sampah organik dimulai. Untuk 10 gram baby maggot, serapan sampahnya hingga panen berusia 18 sampai 21 hari yang itu bisa menyerap 50 sampai 80 kg sampah.

Hasilnya yakni maggot dengan protein tinggi sebesar 51 persen, sehingga bisa digunakan untuk pakan ayam dan pakan ikan. Panen maggot dari Kandang Maggot Jogja disuplai ke peternak ikan lele dan pabrik pakan ternak. Selain itu, dari sisa limbah budi daya maggot juga menghasilkan pupuk kompos.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement