REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengadakan diskusi dengan anggota Kongres Amerika Serikat (AS) pada Senin (7/8/2023). Pembicaraan ini membahas tentang cara menghidupkan kembali proses politik, termasuk peran AS dalam menjaga solusi dua negara dan mengakui negara Palestina.
Shtayyeh bertemu delegasi 22 anggota partai Demokrat di kota Ramallah Tepi Barat. Delegasi ini dipimpin oleh pemimpin Demokrat di House of Representatives Hakeem Jeffries.
Menurut pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Palestina dikutip dari Anadolu Agency, pada pertemuan tersebut, Shtayyeh meminta Kongres AS untuk memilih pengakuan negara Palestina. Dia mengatakan, Israel melanggar hukum internasional setiap hari melalui pembunuhan, penggerebekan, dan pembangunan pemukiman ilegal. Shtayyeh menekankan bahwa ini menyebabkan kehancuran sistematis dari solusi dua negara.
Menurut Shtayyeh, kelanjutan dari fait accompli akan mengarah pada pergeseran menuju satu negara dengan rezim apartheid, merujuk pada praktik Israel. Dia meminta Kongres AS untuk menekan Israel agar mengizinkan pemilihan Palestina yang mencakup Yerusalem, sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani.
Mengenai pencegahan Israel terhadap pemilihan, Shtayyeh mengatakan, kegagalan untuk mengizinkannya adalah upaya untuk mengobarkan perang melawan demokrasi Palestina. Dia juga mendesak untuk mendorong perubahan undang-undang dan peraturan yang menargetkan Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan menghubungkannya dengan terorisme.
Pada 7 September 2018, di bawah kepemimpinan mantan Presiden AS Donald Trump, AS memutuskan untuk memotong lebih dari 20 juta dolar AS bantuan untuk rumah sakit yang melayani warga Palestina di Yerusalem Timur. Washington pun menutup kantor PLO di Washington, DC pada 10 September .
Pada pemerintahan Presiden Joe Biden, Washington berjanji untuk membuka kembali Konsulat AS di Yerusalem Timur dan kantor PLO di Washington. AS juga memulai kembali bantuan ke Palestina.