Rabu 09 Aug 2023 10:13 WIB

Hakim MK Pun Curigai Setting Politik di Balik Gugatan Batas Minimal Usia Cawapres

Pengamat menilai, Gibran akan maju ikut pilpres jika gugatan dikabulkan MK.

Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra

REPUBLIKA.CO.ID,  oleh Febryan A, Fauziah Mursid

Seperti halnya masyarakat, hakim konstitusi ternyata juga bertanya-tanya apa 'setting' politik yang membuat Presiden dan DPR kompak menginginkan batas usia minimum calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) diturunkan. Pertanyaan itu mencuat dalam sidang lanjutan atas gugatan batas usia tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (1/8/2023) lalu. 

Baca Juga

Adalah Hakim Konstitusi Saldi Isra yang melontarkan pertanyaan kritis tersebut usai mendengarkan keterangan DPR dan Presiden. Saldi dalam tanggapannya menilai Presiden dan DPR secara implisit sama-sama mau batas usia capres-cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun. 

Saldi lantas mempertanyakan, mengapa perubahan batas usia ini didorong ke angka 35 tahun, bukan 30 ataupun 25 tahun. Alasan perubahan menjadi 35 tahun itu diperlukan mengingat tidak ada standar baku terkait batas usia calon pemimpin di dunia karena setiap negara punya pertimbangan masing-masing. 

Ada negara yang mensyaratkan usia minimal 50 tahun, ada pula yang memasang syarat minimal berusia 18 tahun saja bagi seseorang untuk bisa menjadi kepala pemerintahan. Adapun Presiden dan DPR dalam persidangan tidak menjelaskan alasan atau kebutuhan seperti apa yang mengharuskan pengubahan batas usia minimum capres-cawapres. 

"Tadi di keterangan, baik pemerintah maupun DPR, itu kan ada setting politik yang berbeda, kebutuhan yang berbeda. Tapi, itu sama sekali tidak dieksplisitkan, setting politik dan kebutuhan politik apa yang menyebabkan kita harus mengubah batas usia minimum itu?" kata Saldi. 

Dia juga mempertanyakan kepada Presiden dan DPR apakah pengubahan batas usia minimum ini bakal diterapkan langsung dalam Pemilu 2024, atau pada Pemilu 2029. Sebab, gugatan batas usia ini bergulir hanya sekitar 2,5 bulan jelang dibukanya pendaftaran pasangan capres-cawapres Pilpres 2024 di KPU. 

Lebih lanjut, Saldi mempertanyakan sikap Presiden dan DPR yang kompak mau batas usia diturunkan, walau keinginan itu tidak diungkapkan secara eksplisit dalam persidangan. Saldi pun heran mengapa Presiden dan DPR tidak mengubah ketentuan batas usia itu lewat revisi UU Pemilu di parlemen. 

"Dua-duanya kan mau ini diperbaiki. Kalau Pemerintah dan DPR sudah setuju, mengapa tidak diubah saja undang- undangnya? Jadi, tidak perlu melempar isu ini, soal ini di Mahkamah Konstitusi untuk diselesaikan," kata Saldi. 

"DPR tadi implisit itu sudah setuju dan tidak ada perbedaan (pendapat) di fraksi- fraksinya. Kelihatannya, Pemerintah juga setuju. Kan sederhana ini untuk mengubahnya, dibawa ke DPR saja, diubah undang-undang itu, pasal itu sendiri. Jadi, tidak perlu dengan tangan Mahkamah Konstitusi," kata pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas itu menambahkan. 

Dalam sidang tersebut, DPR diwakili oleh anggota Komisi III dari fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman. Sedangkan pandangan Presiden diwakili oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dan Mendagri Tito Karnavian yang bertindak atas nama Presiden RI Jokowi. 

Sidang tersebut merupakan sidang lanjutan atas tiga perkara sekaligus yang sama-sama menggugat ketentuan batas usia minimum capres dan cawapres 40 tahun, yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement