Kamis 10 Aug 2023 18:47 WIB

PK Moeldoko Ditolak, AHY Diyakini Semakin Kuat Jadi Cawapres Anies 

AHY terus digadang jadi cawapres Anies Baswedan.

Rep: Febryan A/ Red: Erdy Nasrul
Capres Anies Baswedan dan Ketua Umum Demokrat, Agus Harimukti Yudhoyodo (AHY) menghadiri acara Dialog Rakyat yang digelar di Gedung Sabuga, Kota Bandung, Ahad (6/8/2023).
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Capres Anies Baswedan dan Ketua Umum Demokrat, Agus Harimukti Yudhoyodo (AHY) menghadiri acara Dialog Rakyat yang digelar di Gedung Sabuga, Kota Bandung, Ahad (6/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Moeldoko berarti menegaskan bahwa kepengurusan partai Demokrat yang resmi ialah yang diketuai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Putusan itu diyakini bakal memperbesar potensi AHY menjadi cawapres pendamping Anies Baswedan. 

"Keluarnya keputusan PK ini diyakini Koalisi Perubahan tinggal memantapkan pasangan Anies-AHY," kata Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Kamis (10/8/2023). 

Baca Juga

Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) adalah gabungan Partai Nasdem, PKS, Partai Demokrat yang dibentuk guna mengusung Anies sebagai calon presiden Pilpres 2024. Hingga saat ini, koalisi tersebut belum memutuskan sosok cawapres meski Partai Demokrat menginginkan AHY yang jadi pendamping Anies. 

Efriza menilai, putusan MA itu membuat AHY semakin yakin bahwa dirinya layak menjadi cawapres pendamping Anies. Sebab, keberhasilan AHY menghadapi upaya Moeldoko merebut Partai Demokrat bakal jadi pertimbangan Anies dalam menentukan sosok cawapres. 

Selain itu, lanjut dia, Anies dan partai lain dalam KPP juga akan semakin yakin menetapkan AHY sebagai cawapres karena putra sulung Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu tidak lagi berpotensi kehilangan partainya. "Ganjalan selama ini AHY kurang dipercaya (untuk menjadi cawapres Anies) adalah masih bergulirnya kasus PK Moeldoko di MA," kata Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Sutomo, Serang, Banten itu. 

MA memutuskan menolak PK yang diajukan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait perebutan kepengurusan Partai Demokrat pada hari ini, Kamis (10/8/2023). Putusan ini merupakan ujung dari upaya Moeldoko merampas partai yang didirikan Presiden Ke-6 RI SBY itu. 

Upaya Moeldoko itu bermula dari terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Maret 2021. KLB itu dimotori oleh beberapa kader Partai Demokrat yang sudah dipecat. Dalam KLB itu, Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. 

AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Jakarta 2020 menyatakan KLB itu ilegal. Sebab, pelaksanaan KLB itu tak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat. Khususnya pasal yang mengatur bahwa KLB hanya bisa digelar atas seizin Ketua Majelis Tinggi, yakni SBY. 

Kendati begitu, kubu KLB tetap berupaya mengesahkan kepemimpinan Moeldoko dengan mendaftar ke Kemenkumham. Namun, Menkumham Yasonna Laoly lewat surat resminya menolak pendaftaran tersebut. 

Tak terima, Kubu Moeldoko lantas mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 25 Juni 2021. Mereka meminta PTUN membatalkan surat Menkumham tersebut. Mereka juga meminta PTUN memerintahkan Menkumham mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat pimpinan Moeldoko. 

PTUN ternyata menolak gugatan tersebut. Dalam tahap banding, PTTUN juga menolak. Kubu Moeldoko lantas mengajukan kasasi ke MA, tapi juga ditolak. Moeldoko lantas mengajukan PK ke MA, tapi juga ditolak hari ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement