Jumat 11 Aug 2023 11:31 WIB

Pegawai PBB yang Diculik 1,5 Tahun oleh Kelompok Alqaeda Dibebaskan

Akam Sofyol Anam sudah kembali ke negara asalnya, Bangladesh.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Akam Sofyol Anam, seorang pegawai PBB yang diculik kelompok Al Qaeda Yaman selama 1,5 tahun telah dibebaskan
Foto: AP
Akam Sofyol Anam, seorang pegawai PBB yang diculik kelompok Al Qaeda Yaman selama 1,5 tahun telah dibebaskan

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Akam Sofyol Anam, seorang pegawai PBB yang diculik kelompok Alqaeda Yaman selama 1,5 tahun telah dibebaskan. Dia sudah kembali ke negara asalnya, Bangladesh.

“Saya tidak pernah berpikir saya akan kembali ke rumah,” ujar Anam kepada awak media di Dhaka, Kamis (10/8/2023), dikutip laman Al Arabiya. Anam tiba di Bangladesh pada Rabu (9/8/2023).

Baca Juga

Anam mengungkapkan, berada dalam penahanan Alqaeda selama 1,5 tahun menjadi pengalaman paling mengerikan yang pernah dialaminya. “Saya pikir teroris bisa membunuh saya kapan saja. Hari-hari saya menyengsarakan. Ada ketakutan akan kematian setiap hari,” ucapnya.

Lelaki yang pernah berkarier di militer dan sempat menjabat letnan kolonel di angkatan darat Bangladesh itu mengaku tak mengalami penyiksaan fisik selama ditahan Alqaeda. Namun, matanya kerap dibebat. “Saya tidak bisa melihat langit selama berbulan-bulan,” ujar Anam seraya menambahkan bahwa dia sering dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.

Anam mengaku tak mengetahui apa tuntutan Alqaeda atas penculikannya. Dia menduga dirinya memang diincari karena merupakan seorang pejabat PBB. Aman menyampaikan terima kasih kepada Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina atas perannya dalam proses pembebasannya.

Pada Februari 2022, Alqaeda di Semenanjung Arab (AQAP) menculik Anam dan empat orang lainnya saat mereka kembali ke kota pelabuhan Aden di selatan Yaman. Kala itu Anam dan empat orang terkait baru saja menjalankan misi lapangan untuk Departemen Keselamatan dan Keamanan PBB.

Konflik di Yaman telah berlangsung sejak 2014. Krisis di sana memburuk sejak koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan operasi militer untuk mendukung pasukan pemerintah melawan milisi Houthi pada 2015. Sejak September 2014, Houthi telah berhasil merebut dan menguasai ibu kota Yaman, Sanaa. AQAP dan militan yang setia kepada kelompok ISIS berkembang pesat dalam kekacauan tersebut.

Pertempuran di Yaman menurun signifikan sejak PBB berhasil memediasi proses disepakatinya gencatan senjata selama enam bulan pada April 2022 lalu. Meski gencatan senjata telah berakhir pada Oktober tahun lalu, konfrontasi bersenjata di Yaman tak terlalu sengit lagi. Konflik Yaman diharapkan bisa segera diakhiri menyusul telah tercapainya rekonsiliasi antara Saudi dan Iran pada Maret 2023 lalu.

Dalam konflik Yaman, Saudi diketahui mendukung pasukan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional. Saudi berkeinginan menumpas Houthi karena kelompok tersebut dipandang sebagai ancaman terhadap keamanannya. Houthi memang cukup sering meluncurkan serangan udara, termasuk drone, ke wilayah Saudi. Selama ini Houthi memperoleh dukungan dari Iran.

Menurut PBB, konflik Yaman telah merenggut 223 ribu nyawa. Dari 30 juta penduduknya, 80 persen di antaranya kini bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup. PBB telah menyatakan bahwa krisis Yaman merupakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement