REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) masih banyak kekurangan. "Itu banyak kekurangan di dalam pasalnya, tidak seluruh hasil kesepakatan Helsinki itu dapat tertuang dalam UUPA sekarang," kata Yusril dalam diskusi di Kota Banda Aceh, Jumat (11/8/2023).
Yusril menyadari, saat itu, ia juga mewakili pemerintah pusat ikut membahas rancangan UUPA. Pun proses pembahasannya sangat dibatasi waktu. "Karena itu, UUPA masih sangat terbuka dilakukan perbaikan. Peraturan ini merupakan salah satu lex specialis dari semua UU di tingkat nasional," ujarnya.
Menurut dia, jika pemerintah membuat UU baru, harus menimbang bagaimana penerapannya di Aceh, seperti di Papua sebagai daerah otonomi khusus. "Ini kadang-kadang pemerintah pusat lupa, begitu juga dengan pemerintah daerah di Aceh maupun DPRA yang mungkin juga tidak konsen dengan persoalan ini," tutur Yusril.
Dia menyarankan, permasalahan UUPA jangan dipendam terlalu lama, jika ada persoalan maka harus segera diperbaiki. Kepada pemerintah pusat diharapkan tidak membuat UU yang menabrak UU otonomi khusus. "Saya akan membantu dengan senang hati implementasi UUPA, karena sejak awal saya terlibat di dalamnya," kata Yusril.
Badan Legislatif (Baleg) DPR telah menyetujui dan memasukkan rencana revisi UUPA tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. Sehingga DPR Aceh juga telah melakukan kajian secara khusus agar penyusunan UUPA bisa lebih sempurna.