REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat untuk mengubah gaya hidup rendah emisi agar bisa meningkatkan kualitas udara di wilayah perkotaan.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengatakan penyebab utama polusi udara perkotaan akibat pengguna kendaraan bermotor konvensional berbahan bakar minyak. "Mengubah gaya hidup menjadi penting di daerah perkotaan," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Sigit menjelaskan negara-negara maju punya gaya hidup yang menempatkan jalan kaki pada hirarki tertinggi, lalu bersepeda, naik transportasi umum, dan menggunakan kendaraan listrik.
Menurutnya gaya hidup negara maju dalam berpindah itu tidak hanya baik untuk kualitas udara, tetapi juga baik untuk kesehatan tubuh. "Hal yang paling penting dalam konsep transportasi adalah bagaimana memperbanyak perpindahan orang, bukan memperbanyak perpindahan kendaraan, sehingga efisiensi kendaraan itu sangat penting," kata Sigit.
Pada 2020, Bloomberg Philanthopics dan Vital Strategies menerbitkan laporan inventarisasi emisi pencemaran udara di Jakarta.
Komposisi penggunaan bahan bakar berdasarkan jenis adalah minyak 49 persen, gas 51 persen, dan batu bara 0,42 persen.
Sedangkan, komposisi penggunaan bahan bakar berdasarkan sektor paling banyak dipakai oleh transportasi dengan angka mencapai 44 persen, industri energi 31 persen, perumahan 14 persen, manufaktur 10 persen, dan komersial 1 persen.
"Dari data itu terlihat bahwa transportasi menjadi unsur penting. Hal ini menginformasi teori penyebab street canyon sebagian besar akibat aktivitas transportasi," kata Sigit.
Fenomena street canyon di wilayah perkotaan membuat polusi udara terperangkap di permukaan karena angin terhalang oleh gedung-gedung tinggi. Hal itulah yang menyebabkan hasil pengukuran kualitas udara perkotaan selalu menunjukkan angka kurang baik bagi kesehatan manusia.
Bila alat sensor pengukur indeks kualitas udara dipasang pada dinding gedung, maka alat itu tidak menggambarkan kondisi udara ambien tetapi justru menggambarkan kondisi udara lokasi itu saja.
Lebih lanjut Sigit menyampaikan bila kendaraan hanya dipakai dua orang, maka emisi kendaraan yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibandingkan kendaraan umum yang dipakai bersama.
Ia mencontohkan bahwa Jepang disebut negara maju paling efisien karena sebagian besar penduduknya jalan kaki, naik sepeda, dan naik kereta.
"Sekarang Jakarta sudah mulai membangun berbagai fasilitas publik, seperti pedestrian, jalur sepeda, transportasi diperbaiki, bahkan Jaklingko masuk sampai ke dalam (gang). Kita semua harus menggunakan fasilitas-fasilitas itu untuk menjadi budaya negara maju," kata Sigit.