Sabtu 12 Oct 2024 13:33 WIB

Studi Terbaru: Truk Kontributor Terbesar Polutan di Jakarta

Pemprov DKI Jakarta memperluas uji emisi kendaraan secara berkala.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Sejumlah kendaraan di jalan raya (ilustrasi). Menurut studi, kendaraan berat, khususnya truk, dinilai menjadi kontributor terbesar untuk beberapa jenis polutan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan di jalan raya (ilustrasi). Menurut studi, kendaraan berat, khususnya truk, dinilai menjadi kontributor terbesar untuk beberapa jenis polutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengungkap fakta mengenai sumber utama polusi udara di ibukota. Hasil pemetaan emisi di sektor transportasi Jakarta menunjukkan bahwa kendaraan berat, khususnya truk, dinilai menjadi kontributor terbesar untuk beberapa jenis polutan.

Partikel-partikel halus seperti PM2.5, yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, ditemukan paling banyak berasal dari emisi kendaraan berat. Selain PM2.5, truk juga disebut menjadi sumber utama emisi PM10, karbon hitam, nitrogen oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2). Kendaraan berat terutama truk penyumbang terbesar partikel emisi (PM10, PM 2.5, dan karbon hitam), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2), sementara sepeda motor lebih banyak menyumbang emisi karbon monoksida (CO) dan senyawa organik volatil nonmetana (NMVOC).

Baca Juga

Terkait data temuan ini, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI Jakarta Afan Adriansyah Idris dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (12/10/2024) menyatakan hasil studi yang dihasilkan memberikan informasi mendasar guna memahami sumber polusi di Jakarta dan akan menjadi dasar pengembangan kebijakan pengendalian polusi yang tepat sasaran.

"Dengan data ini, Jakarta lebih siap dalam menghadapi tantangan terkait polusi udara di masa depan,” kata dia.

Lebih lanjut soal emisi, studi juga menganalisis dampak dari berbagai skenario langkah pengendalian emisi di Provinsi Jakarta yang mencakup lima wilayah administrasi. Skenario ini yakni penerapan standar bahan bakar Euro IV, adopsi kendaraan listrik, dan penggunaan filter partikel diesel (DPF).

Hasil studi memperlihatkan penerapan standar bahan bakar Euro IV diproyeksikan mampu menurunkan emisi polutan seperti PM10 dan PM2.5 hingga 70 persen pada tahun 2030. Penurunan ini diketahui akan memberikan kontribusi bagi perbaikan kesehatan masyarakat, khususnya dalam menekan angka penyakit pernapasan dan penyakit kardiovaskular yang seringkali lebih tinggi di kawasan perkotaan.

Adapun studi dilakukan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia melalui program USAID Clean Air Catalyst. Studi yang juga bekerja sama dengan Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Puji Lestari yang juga peneliti USAID CAC ini memperbarui pemetaan sumber emisi di sektor transportasi di Jakarta, yang terakhir dilakukan pada tahun 2020.

Manajer Program Kualitas Udara WRI Indonesia dan Project Manager Clean Air Catalyst Satya Utama mengatakan laporan ini dapat membantu merancang kebijakan yang lebih komprehensif untuk pengendalian polusi udara. “Data yang dihasilkan dari studi ini memberikan gambaran lebih jelas mengenai tantangan polusi udara di Jakarta, khususnya dari sektor transportasi. Ini adalah upaya konkret dalam upaya mengurangi emisi, khususnya dari sektor transportasi untuk kualitas udara yang lebih baik," kata dia.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan telah melakukan berbagai langkah guna menangani polusi. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan langkah-langkah ini salah satunya menambah jumlah stasiun pemantau kualitas udara yang dapat diakses masyarakat secara komputasi waktu nyata (real-time) melalui udara.jakarta.go.id.

Pemprov DKI juga, sambung dia, memperluas uji emisi kendaraan secara berkala, serta meningkatkan pengawasan terhadap industri yang berpotensi mencemari lingkungan. "Selain itu, kami juga sedang mempersiapkan rencana memperluas kawasan rendah emisi (low emission zone) guna mengurangi tingkat polusi udara secara signifikan," jelas Asep.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement