Senin 14 Aug 2023 11:08 WIB

Jelang Pemilu, Waspadai Judul Berita Bombastis dan Adu Domba

Bawaslu Jatim mengidentifikasi, hoaks meningkat menjelang pemilu.

Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wanseslaus Manggut.
Foto: Republika.co.id
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wanseslaus Manggut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia akan menyalurkan hak suaranya pada 14 Februari 2024. Memasuki bulan politik seperti sekarang ini, persaingan antarcalon, baik legislatif maupun presiden semakin ketat, tak terkecuali di antara para pendukung.

Sayangnya, berbagai cara yang dilakukan sering kali dilakukan tidak benar, misalnya menyebarkan berita bohong atau hoaks. Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wanseslaus Manggut, menjelaskan pola muncul berita bohong dapat dideteksi sejak dini.

Masyarakat dapat mendeteksi hoaks melalui judul berita yang bombastis dan mengadu domba, sehingga perlu diwaspadai. Tak hanya itu, menurut dia, target hoaks juga dapat dikenali secara kasatmata, seperti saat masa pemilu hoaks dapat menyasar daftar pemilih tetap (DPT).

"Dari peta dan pola yang ada, praktisnya kita punya persiapan yang diorkestrasi secara menyeluruh, berdasarkan pattern yang terjadi," kata Wanseslaus dalam webinar bertopik 'Pemilu Damai Tanpa Hoaks' dikutip di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Menurut dia, dari pengalaman pemilu dua kali sebelumnya, hoaks beredar terlebih dahulu ke masyarakat. Setelah itu, baru muncul klarifikasi yang kadang tidak menjangkau seluruh audiens. "Dengan kecepatan rasio klarifikasi satu per 10 atau klarifikasi hanya 10 persen dari berita hoaks yang beredar, ini harus diwaspadai," kata Wanseslaus.

Komisioner Bawaslu Jawa Timur, Nur Aulia Anggraini, menjelaskan ketika pola munculnya hoaks dapat diidentifikasi maka penyelenggara pemilu dapat mengorkestrasi melakukan pencegahan. Caranya dengan melibatkan pengelola platform media sosial (medsos).

Merujuk pengalaman Pemilu 2019, sambung dia, Bawaslu mengidentifikasi hoaks meningkat dua bulan jelang pemilu, bukan setelah pencoblosan. Menurut Aulia, tautan konten hoaks dapat menuntun pengguna media sosial lain turut menaut berita hoaks. "Etika di dunia nyata, dapat diterapkan di media sosial. Karena itu, etika bermedia sosial dapat diterapkan pada konteks elektoral," ucap Aulia.

Partnership Manager Mafindo, Dewi Sari, mengatakan hoaks dapat merusak integritas serta memengaruhi dan memicu konflik. Dewi pun mengimbau untuk selalu melakukan fact check. "Karena membantu memastikan keaslian informasi untuk cegah penyebaran hoaks menggunakan pencarian fakta berdasarkan berita resmi dari media mainstream yang terdaftar Dewan Pers," kata Dewi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement