Senin 14 Aug 2023 17:36 WIB

Polusi Udara Jakarta, Ini Fatwa MUI tentang Kerusakan Alam dan Lingkungan

Manusia diingatkan tak membuat kerusakan di bumi yang berdampak pada polusi udara.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Kondisi polusi di langit Jakarta terlihat dari Gedung Perpustaakan Nasional, Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kondisi polusi di langit Jakarta terlihat dari Gedung Perpustaakan Nasional, Jakarta, Senin (14/8/2023). Pemerintah menilai kondisi polusi udara di Jakarta sudah berada diangka 156 dengan keterangan tidak sehat. Hal tersebut diakibatkan emisi transportasi, aktivitas industri di Jabodetabek serta ondisi kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir. Presiden Joko Widodo merespon kondisi tersebut dengan menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan Gubernur untuk segera menangani kondisi polusi udara dengan memberlakukan kebijakan WFH untuk mengatasi emisi transportasi, mengurangi kendaraan berbasi fosil dan beralih menggunakan transportasi massal, memperbanyak ruang terbuka hijau, serta melakukan rekayasa cuaca.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Isu seputar meningkatnya pemanasan global dan perubahan iklim (climate change) akhir-akhir ini semakin gencar disuarakan. Di Jakarta, ratusan orang tercatat menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat rusaknya lingkungan.

Dalam Islam, Allah SWT telah memberikan peringatan perihal kerusakan alam. Hal ini semata-mata terjadi akibat keserakahan dan ketamakan yang dilakukan oleh manusia.

Baca Juga

Dalam QS Al-Baqarah ayat 60, Allah SWT menyebut, "Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan."

Al-Alusi, dalam tafsirnya berjudul Ruh al-Ma'any menyebut kalimat 'wa laa ta'tsu' sebagai larangan Allah SWT kepada manusia, yang ingin berbuat kejahatan di luar kendali dan menyebabkan kerusakan tiada tara. Kini, larangan tersebut tak lagi dipedulikan, bahkan terus bertambah.