REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beberapa bulan terakhir DKI Jakarta terpantau memiliki kualitas udara terburuk di dunia versi situs pemantau polusi udara IQAir sejak Juni lalu.
Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Hening Purwati Parlan, pun menanggapi masalah ini.
"Bahwa pemerintah jangan seakan-akan merasa masalah ini terjadi tiba-tiba melainkan sebuah akibat dari perjalanan kebijakan yang sekian lama terjadi," ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (14/8/2023).
Polusi udara ini adalah akumulasi dari berbagai hal yg terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Dalam Presentasi KLHK menyebutkan beberapa penyebab kualitas udara buruk yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya.
Namun KLHK belum menyebutkan bahwa ada sekitar 20 an PLTU berbahan bakar energi fosil dengan radius 100 kilometer dari Jakarta. Jika industri ini benar-benar ada maka akumulasi udara dari keberadaan tiap industri ini tidak bisa dihentikan tiba-tiba.
"Seperti udara di Bekasi tidak bisa ditahan masuk ke Jakarta, sehingga ini penyebab yang mengerikan dan ini bukan tiba-tiba terjadi,"ujar dia.
Hening mengingatkan ketika memberikan solusi untuk membangun transportasi publik banyak pohon yang telah ditebang padahal pohon adalah sumber oksigen yang lebih baik. Namun ketika ada perpindahan ke transportasi massal di satu sisi ada insentif kemudahan untuk kredit mobil dan motor.
Sehingga ada banyak kebijakan yang tidaj konsisten. Ini menjadi akumulasi pada buruknya kondisi Jakarta. Hening berharap semua pihak tidak berpura-pura bahwa masalah ini adalah kejadian yang tiba-tiba.
Bahwa hal ini terjadi dengan langkah demi langkah menuju hal yang buruk hingga semakin buruk dna menjadi seperti saat ini.
Hening pun mempertanyakan kemampuan ketegasan pemerintah dengan hal yang tidak mendukung peningkatan kualitas udara bersih.
Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar
Bahwa pernah ada gugatan krpada pemerintah agar menyediakan ukuran predikat udara yang baik atau standar udara baik yang bisa dihirup warga. Konsekuensinya tentu dengan mengurangi bahan bakar fosil maupun kendaraan berbahan bakar yang memperburuk udara.
Pemerintah harus bisa memberikan perlindungan bagi warga secara paralel dengan kebijakan yang diterapkan. Ini tentu butuh usaha yang tidak mudah apalagi bagi warga Jakarta yang bekerja drngan jarak jauh. "Bekerja dari rumah dan tidak keluar rumah bisa menjadi salah satu solusi,"ujar dia.
Begitu juga dengan kebijakan yang cepat seperti mengharamkan siapapun tanpa terkecuali untuk menebang pohob sekecil apapun di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu juga pemerintah dapat memberikan stimulus kepada warga seperti bibit pohon yang tidak terlalu besar namjn manfaatnya dapat membantu menyerap zat kotor di udara.