REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, memperkirakan rencana pemerintah memberlakukan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah, tidak akan berdampak besar terhadap perekonomian. Faisal mengatakan terdapat perbedaan signifikan jika dibandingkan dengan penerapan WFH saat pandemi yang disertai pembatasan aktivitas sosial di segala lini.
"Menurut saya, dampak ekonomi tidak terlalu besar karena yang bisa menghambat ekonomi itu yang melarang mobilitas secara ketat dan memengaruhi sektor formal dan informal," ujar Faisal saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Sementara WFH yang rencananya berlaku pada September mendatang, ucap Faisal, sekadar anjuran, bukan sebuah kewajiban sebagaimana saat masa pandemi. Menurut Faisal, WFH ke depan pun hanya ditujukan bagi pekerja sektor formal, bukan informal.
Seperti saat pandemi, Faisal menyebut WFH tidak mencakup seluruh sektor, melainkan masih terdapat pengecualian terhadap sektor-sektor yang mengedepankan pelayanan publik. Dengan begitu, Faisal mengatakan roda perekonomian tetap akan bergerak.
"Dengan asumsi tidak ada pembatasan ketat seperti PSBB, ini bukan pembatasan tapi anjuran WFH," ucap Faisal.
Faisal menilai penerapan WFH memang memiliki dampak ekonomi bagi para pekerja yang tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi dan konsumsi. Namun, hal ini tidak signifikan bagi perekonomian lantaran jumlah yang bekerja dari kantor dan sektor informal masih tetap banyak.
"Sektor informal yang bekerja di luar mestinya tidak terpengaruh. Jadi, kalau pun ada koreksi terhadap pertumbuhan ekonomi, tidak terlalu besar," kata Faisal.