REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi wacana MPR yang ingin melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satunya adalah melakukan perubahan agar MPR kembali menjadi lembaga negara tertinggi.
"Ini kan proses pemilu ini sedang berproses dalam waktu yang dekat kita sudah pemilu, sudah pilpres. Sehingga ya menurut saya sebaiknya proses itu setelah pemilu," tutur Jokowi di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) memberikan klarifikasinya ihwal wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disampaikannya dalam pidato Sidang Tahunan MPR. Salah satu poin pidatonya tersebut adalah mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi.
Dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-78 MPR, Bamsoet menjelaskan bahwa ia membicarakan soal dikembalikannya kewenangan lembaganya. Khususnya terkait kewenangan subjektif superlatif.
"MPR kemarin sudah ramai dibicarakan, padahal kita hanya bicara tentang kewenangan yang bisa kita harapkan kembali dimiliki oleh MPR. Kewenangan subjektif superlatif agar kita MPR mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang tidak ada jalan keluarnya di konstitusi kita," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
"Jadi sekali lagi Bapak Presiden, MPR tengah berupaya keras untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa kita ke depan," sambungnya.
Peringatan Hari Lahir MPR yang dilaksanakan bersamaan dengan Hari Konstitusi ini memiliki makna yang sangat mendalam. Kewenangan dan tugas MPR diarahkan untuk dapat mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara secara konstitusional.
Hal tersebut selaras dengan semangat peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 Republik Indonesia, yaitu "Terus Melaju untuk Indonesia Maju". Peringatan ini juga menjadi panggilan untuk mengimplementasikan konstitusi dengan sungguh-sungguh.
"Tidak cukup hanya memiliki konstitusi yang baik di atas kertas, tetapi kita harus mengimplementasikannya dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Bamsoet.
Perubahan UUD 1945 yang sudah dilakukan sebanyak empat kali pada 1999-2002, merupakan reformasi konstitusi untuk memperkuat demokrasi konstitusional di Indonesia. Walaupun hari ini, masih banyak yang merasakan bahwa konstitusi masih perlu penyempurnaan.
"Terutama ketika terjadi dispute konstitusi yang memerlukan jalan keluar, sebagaimana saya sampaikan dalam Pidato Pembukaan Sidang Tahunan MPR yang lalu," ujar Bamsoet.