Jumat 18 Aug 2023 16:56 WIB

Jokowi: Sebaiknya Proses Amendemen UUD Setelah Pemilu 2024

MPR menyebut amendemen UUD untuk mengembalikan kewenangan subjektif superlatif.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua MPR Bambang Soesatyo berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo usai Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Kemerdekaan RI. Dalam kesempatan tersebut Jokowi menegaskan ia tak punya peran apa pun dalam pilpres dan tak mau ikut campur karena proses pemilu adalah urusan partai politik. Presiden Joko Widodo menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2023 kali ini mengenakan pakaian adat Tanimbar Maluku.
Foto: Prayogi/Republika
Ketua MPR Bambang Soesatyo berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo usai Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Kemerdekaan RI. Dalam kesempatan tersebut Jokowi menegaskan ia tak punya peran apa pun dalam pilpres dan tak mau ikut campur karena proses pemilu adalah urusan partai politik. Presiden Joko Widodo menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2023 kali ini mengenakan pakaian adat Tanimbar Maluku.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi wacana MPR yang ingin melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satunya adalah melakukan perubahan agar MPR kembali menjadi lembaga negara tertinggi.

"Ini kan proses pemilu ini sedang berproses dalam waktu yang dekat kita sudah pemilu, sudah pilpres. Sehingga ya menurut saya sebaiknya proses itu setelah pemilu," tutur Jokowi di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Baca Juga

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) memberikan klarifikasinya ihwal wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disampaikannya dalam pidato Sidang Tahunan MPR. Salah satu poin pidatonya tersebut adalah mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi.

Dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-78 MPR, Bamsoet menjelaskan bahwa ia membicarakan soal dikembalikannya kewenangan lembaganya. Khususnya terkait kewenangan subjektif superlatif.

"MPR kemarin sudah ramai dibicarakan, padahal kita hanya bicara tentang kewenangan yang bisa kita harapkan kembali dimiliki oleh MPR. Kewenangan subjektif superlatif agar kita MPR mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang tidak ada jalan keluarnya di konstitusi kita," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

"Jadi sekali lagi Bapak Presiden, MPR tengah berupaya keras untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa kita ke depan," sambungnya.

Peringatan Hari Lahir MPR yang dilaksanakan bersamaan dengan Hari Konstitusi ini memiliki makna yang sangat mendalam. Kewenangan dan tugas MPR diarahkan untuk dapat mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara secara konstitusional.

Hal tersebut selaras dengan semangat peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 Republik Indonesia, yaitu "Terus Melaju untuk Indonesia Maju". Peringatan ini juga menjadi panggilan untuk mengimplementasikan konstitusi dengan sungguh-sungguh.

"Tidak cukup hanya memiliki konstitusi yang baik di atas kertas, tetapi kita harus mengimplementasikannya dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Bamsoet.

Perubahan UUD 1945 yang sudah dilakukan sebanyak empat kali pada 1999-2002, merupakan reformasi konstitusi untuk memperkuat demokrasi konstitusional di Indonesia. Walaupun hari ini, masih banyak yang merasakan bahwa konstitusi masih perlu penyempurnaan.

"Terutama ketika terjadi dispute konstitusi yang memerlukan jalan keluar, sebagaimana saya sampaikan dalam Pidato Pembukaan Sidang Tahunan MPR yang lalu," ujar Bamsoet.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement