REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA – Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengungkapkan, dia ingin membahas isu-isu dalam agenda KTT BRICS secara pribadi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin diketahui tak akan menghadiri KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel), menyusul adanya surat perintah penangkapan terhadapnya oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Delegasi Rusia bakal dipimpin Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.
Menurut da Silva, Lavrov merupakan diplomat yang sangat penting dan berpengalaman. “Namun, akan sangat penting bagi Rusia untuk diwakili oleh presidennya pada pertemuan tersebut (KTT BRICS),” ujarnya dalam laporan surat kabar Globo yang dikutip kantor berita Rusia, TASS, Senin (21/8/2023).
Dia mengungkapkan, dalam KTT BRICS akan dibahas berbagai isu global yang penting, seperti perdamaian dan melawan ketimpangan. “Dan saya benar-benar ingin mendapat kesempatan mendiskusikan isu-isu itu secara pribadi dengan Presiden Putin," katanya.
Da Silva mengatakan, isu lain yang bakal dibahas dalam KTT BRICS adalah penggunaan instrumen keuangan alternatif untuk meningkatkan perputaran perdagangan di dalam serikat pekerja yang akan membantu mereka mengurangi ketergantungan pada mata uang eksternal.
Putin batal menghadiri KTT BRICS ke-15 yang digelar di Johannesburg pada Selasa hingga Kamis pekan ini. Pengumuman pembatalan muncul setelah adanya isu bahwa Putin terancam ditangkap ketika menginjakkan kaki di Afsel mengingat negara tersebut merupakan anggota ICC.
"Dengan kesepakatan bersama, Presiden Vladimir Putin dari Federasi Rusia tidak akan menghadiri KTT (BRICS). Namun, Federasi Rusia akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov," demikian bunyi pengumuman yang dirilis Kantor Kepresidenan Afsel, 19 Juli 2023 lalu.
Ancaman penangkapan membayangi Putin yang hendak menghadiri KTT BRICS di Johannesburg bulan depan. Hal itu terungkap dalam surat-surat rahasia Presiden Afsel Cyril Ramaphosa yang dibuat terbuka bagi publik lewat putusan pengadilan pada 18 Juli 2023.
Surat-surat Ramaphosa itu ditandatangani pada Juni lalu. Dalam surat tersebut terungkap bahwa partai oposisi terkemuka Afsel, yakni Aliansi Demokratik, telah mendesak dan mencoba memaksa pemerintahan Ramaphosa untuk menangkap Putin ketika dia tiba di Johannesburg untuk menghadiri KTT BRICS.
Putin memang telah diundang ke KTT tersebut. Namun, pada 17 Maret 2023 lalu, ICC diketahui sudah mengumumkan bahwa mereka menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Putin atas tuduhan melakukan kejahatan perang. Afsel merupakan anggota ICC dan seharusnya menjalankan surat perintah tersebut.
Namun, dalam suratnya untuk pengadilan, Ramaphosa menggambarkan desakan Aliansi Demokratik agar pemerintahannya membekuk Putin saat tiba di Johannesburg sebagai permintaan tak bertanggung jawab. Sebab Ramaphosa mengatakan keamanan nasional Afsel dipertaruhkan dalam masalah ini.
“Rusia telah memperjelas bahwa menangkap presidennya yang sedang menjabat akan menjadi deklarasi perang. Ini tidak sesuai dengan konstitusi kita untuk mengambil risiko terlibat perang dengan Rusia,” tulis Ramaphosa dalam suratnya, dikutip Al Arabiya.
Dia menambahkan, Afsel mencari pengecualian di bawah aturan ICC berdasarkan fakta bahwa melakukan penangkapan dapat mengancam keamanan, perdamaian, dan ketertiban negaranya. Namun, akhirnya diumumkan bahwa Putin tidak akan menghadiri KTT BRICS.
Pada 17 Maret 2023 lalu, ICC mengumumkan bahwa mereka telah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Vladimir Putin. Dia dituduh melakukan kejahatan perang karena diduga terlibat dalam penculikan anak-anak di Ukraina.
“(Putin) diduga bertanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk (anak-anak) yang tidak sah dan pemindahan penduduk (anak-anak) yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia,” kata ICC dalam sebuah pernyataan.
ICC juga menerbitkan surat penangkapan untuk Komisaris Hak Anak di Kantor Kepresidenan Rusia Alekseyevna Lvova-Belova. Dia dituduh melakukan kejahatan serupa seperti Putin. ICC mengatakan bahwa majelis pra-sidangnya menemukan ada alasan logis untuk percaya bahwa setiap tersangka memikul tanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk dan pemindahan penduduk yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia, dengan prasangka anak-anak Ukraina.