REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa negara sedang berlomba untuk mendaratkan pesawat luar angkasa di kutub selatan Bulan. Terdapat dugaan bahwa kutub selatan Bulan menyimpan kandungan air. Rusia dan India sudah meluncurkan misi antariksa untuk mengeksplorasi kutub selatan Bulan. Cina dan Amerika Serikat (AS) pun sedang merencanakan serupa.
Rusia sudah meluncurkan pesawat luar angkasa Luna-25 pada 10 Agustus 2023 lalu. Itu menjadi misi ke bulan pertama Rusia sejak 1976, yakni ketika Uni Soviet masih berdiri. Luna-25, yang merupakan pendarat robot nirawak, dijadwalkan mendarat di kutub selatan Bulan pada Senin (21/8/2023).
Namun pada Ahad (20/8/2023) lalu, badan antariksa Rusia, Roscosmos, mengumumkan bahwa Luna-25 telah jatuh dan menabrak permukaan Bulan. Insiden itu terjadi setelah Luna-25 berputar ke orbit yang tak terkendali.
Pesawat Luna-25 jatuh setelah Roscosmos melaporkan situasi abnormal yang dianalisis tim pakarnya pada Sabtu (19/8/2023). “Selama operasi, situasi abnormal terjadi di atas stasiun otomatis, yang tidak memungkinkan dilakukannya manuver dengan parameter yang ditentukan,” kata Roscosmos dalam keterangan di saluran Telegram-nya.
Sebelum Rusia, India juga sudah meluncurkan pesawat luar angkasa Chandrayaan-3 pada 14 Juli 2023 lalu. Sama seperti Luna-25, India hendak mendaratkan Chandrayaan di kutub selatan Bulan. Pesawat tersebut dijadwalkan mendarat antara 23 dan 24 Agustus 2023. Jika berhasil, India akan menjadi negara keempat setelah AS, Cina, dan Uni Soviet yang melakukan misi pendaratan ke Bulan.
Eksplorasi pencarian sumber air di Bulan memang telah menarik perhatian sejumlah negara. Sebab hal itu dipandang akan menjadi kunci menuju koloni bulan, penambangan di bulan, dan potensi misi ke Mars.
Bagaimana para ilmuwan menemukan air di bulan?
Pada awal dekade 1960-an, sebelum pendaratan Apollo pertama, para ilmuwan berspekulasi bahwa mungkin terdapat sumber air di Bulan. Sampel yang dikembalikan kru Apollo untuk dianalisis pada akhir 1960-an dan awal 1970-an tampak kering.
Pada 2008, para peneliti Brown University memeriksa dan menganalisis kembali sampel Bulan tersebut dengan teknologi baru. Mereka menemukan hidrogen di dalam manik-manik kecil kaca vulkanik. Pada 2009, sebuah instrumen NASA di atas kapal Chandrayaan-1 milik Organisasi Riset Antariksa India mendeteksi air di permukaan bulan.
Pada tahun yang sama, wahana NASA lainnya yang menghantam kutub selatan menemukan air es di bawah permukaan Bulan. Misi NASA sebelumnya, Lunar Prospector pada tahun 1998, telah menemukan bukti bahwa konsentrasi air es tertinggi berada di kawah bayangan kutub selatan Bulan.
Mengapa air di bulan penting?
Para ilmuwan tertarik pada kantong air es purba karena mereka dapat memberikan catatan tentang gunung berapi di bulan, material yang dibawa komet dan asteroid ke Bumi, dan asal muasal lautan.
Jika es air ada dalam jumlah yang cukup, ia dapat menjadi sumber air minum untuk misi eksplorasi Bulan dan bisa membantu mendinginkan peralatan. Selain itu ia juga bisa dipecah guna menghasilkan hidrogen untuk bahan bakar dan oksigen untuk bernafas, serta mendukung misi ke Mars atau penambangan Bulan.
Perjanjian Luar Angkasa PBB (United Nations Outer Space Treaty) tahun 1967 melarang negara mana pun untuk mengklaim kepemilikan Bulan. Tidak ada ketentuan yang akan menghentikan operasi komersial.
Perjanjian Artemis, sebuah upaya yang dipimpin AS untuk menetapkan serangkaian prinsip eksplorasi Bulan dan penggunaan sumber dayanya, memiliki 27 negara penandatangan. Cina dan Rusia belum menandatangani perjanjian tersebut.
Apa yang membuat kutub selatan sangat rumit?
Upaya pendaratan di Bulan telah gagal sebelumnya. Pesawat Luna-25 milik Rusia dijadwalkan mendarat di kutub selatan pekan ini tapi kehilangan kendali saat mendekat dan jatuh pada Ahad (20/8/2023). Kutub selatan yang lokasinya jauh dari wilayah khatulistiwa yang ditargetkan oleh misi sebelumnya, termasuk pendaratan Apollo berawak, penuh dengan kawah dan parit yang dalam.
Misi Chandrayaan-3 ISRO milik India berada di jalur yang tepat untuk melakukan percobaan pendaratan pada Rabu (23/8/2023). Misi India sebelumnya gagal pada tahun 2019 untuk mendarat dengan aman di dekat daerah yang menjadi sasaran Chandrayaan-3.