Rabu 23 Aug 2023 14:25 WIB

Hari Lahir SM 13 Agustus Diusulkan Jadi Hari Pers Muhammadiyah

Saat ini gerakan literasi masih sangat penting di Indonesia.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Diskusi Hari Pers Muhammadiyah yang dihadiri Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir di SM Tower and Convention, Rabu (23/8/23).
Foto: Idealisa Masyrafina
Diskusi Hari Pers Muhammadiyah yang dihadiri Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir di SM Tower and Convention, Rabu (23/8/23).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah akan mengusulkan tanggal 13 Agustus sebagai Hari Pers Muhammadiyah. Ini berdasarkan pada tanggal terbitan Suara Muhammadiyah edisi kedua pada 1915.

Hal ini disampaikan oleh Ketua MPI PP Muhammadiyah, Dr Muchlas, dalam diskusi Hari Pers Muhammadiyah di SM Tower and Convention, Rabu (23/8/2023). "Untuk menggairahkan media Muhammadiyah dan afiliasi Muhammadiyah, kami MPI mengusulkan menetapkan 13 Agustus sebagai Hari Pers Muhammadiyah," ujarnya.

Penetapan tanggal tersebut berdasarkan tanggal terbitan Suara Muhammadiyah yang tercantum pada edisi kedua hingga enam periode terbitan majalah Suara Muhammadiyah. Menurut Muchlas, edisi pertama SM belum ditemukan, sehingga mereka menggunakan informasi tanggal dari enam periode terbitan setelah edisi pertama untuk melacak tanggal terbitan pertama.

Sementara itu, ia mengungkapkan, edisi kedua majalah SM saat ini berada di Perpustakaan Leiden, Belanda. "Diterbitkan dalam tahun hijriyah, dan tahun masehinya adalah 13 Agustus 1915. Jadi kami usulkan untuk ditetapkan sebagai hari lahir SM dan Hari Pers Muhammadiyah," kata Muchlas.

Dalam kesempatan sama, Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad, sepakat tanggal 13 Agustus agar dijadikan sebagai Hari Pers Muhammadiyah. Menurutnya, usia SM yang sudah mencapai 108 tahun menunjukkan pendiri Muhammadiyah memiliki kreativitas dan semangat yang tinggi untuk mencerdaskan bangsa lewat literasi.

"Saya sangat setuju kita menjadikan 13 Agustus jadi Hari Pers Muhammadiyah, untuk mengingatkan kembali pers sangat penting, gerakan membaca sangat penting," ujar Dadang.

Menurut dia, saat ini gerakan literasi masih sangat penting di Indonesia. Apalagi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat buta huruf usia dewasa di Indonesia masih mencapai 3,65 persen, dan di DI Yogyakarta sekitar lima persen.

Tidak hanya itu, tradisi lisan di Indonesia sangat tinggi, namun karena budaya literasi yang rendah, tradisi tersebut tidak diikuti dengan tradisi tulisan, dan malah lompat menuju audio visual. Hal tersebut menjadi tantangan media mainstream saat ini yang berhadapan dengan disrupsi media sosial.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, mengusulkan bukan hanya sebagai hari pers, tanggal 13 Agustus juga bisa ditetapkan sebagai hari literasi.

"Itu usul yang sangat bagus dan bisa disatu rangkaikan saja, biar tidak berbeda dan fastabiqul khairat jadi Hari Pers dan Literasi Publik Muhammadiyah," kata Prof Haedar.

Usulan ini menurutnya karena kehadiran SM bukan hanya sebagai media yang punya dimensi pers untuk memberi informasi dan menyerap informasi, tetapi dalam konteks gerakan Muhammadiyah untuk bangsa yang memiliki fungsi untuk gerakan literasi dan menghidupkan tradisi membaca dan menulis.

Majalah SM juga memiliki sejarah penting dalam memperkenalkan bahasa Indonesia, dengan terbitan pertama bahasa Indonesia pada 1921, bahkan sebelum Sumpah Pemuda 1928, dari sebelumnya edisi berbahasa Jawa.

"Walaupun SM bahasa Jawa isinya sudah membaharu. Tentunya punya dampak luas untuk pers lain, juga membangun tradisi literasi. Bahkan luar biasa bisa memperkenalkan bahasa Indonesia," ujar dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement