REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan menyatakan bahwa krisis air global harus dianggap sama pentingnya dengan perubahan iklim. Sebuah laporan dari British Standards Institute (BSI) dan organisasi nirlaba Waterwise telah menyatukan beberapa studi untuk melakukan analisis komprehensif terhadap tantangan yang dihadapi negara-negara terkait pasokan air.
Penelitian yang diterbitkan untuk menandai Pekan Air Dunia ini menemukan bahwa transisi ke sirkular sistem air, di mana air limbah digunakan ulang agar memiliki nilai kembali, sama pentingnya dengan transisi menuju nol limbah. Penelitian ini menganalisis tingkat kelangkaan air yang melonjak di beberapa negara besar, seperti Amerika Serikat dan Cina.
Air tawar yang dapat digunakan menjadi semakin langka karena pertumbuhan populasi dan manajemen kualitas air yang buruk. Peneliti pun menyebut air merupakan salah satu sumber daya yang paling mendasar, berharga, tapi kurang dihargai.
"Menggunakan air dengan bijak dapat memberikan manfaat yang penting, membantu kita menjaga kesehatan dan lingkungan alam yang beraneka ragam, memastikan kita memiliki persediaan makanan yang cukup, serta berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi," kata peneliti BSI dari Martin Townsend, seperti dilansir Belfast Telegraph, Rabu (23/8/2023).
Tingginya tingkat konsumsi dan kelangkaan air dapat berkontribusi terhadap emisi karbon, merusak habitat, dan membuat ekosistem lebih rentan terhadap perubahan iklim dan kekeringan. Menurut laporan tersebut, Inggris termasuk di antara 10 negara terburuk yang memiliki tingkat konsumsi pribadi yang tinggi.