REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam tersangka dalam kasus rasuah penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos). Tindakan mereka diduga telah merugikan keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah.
Adapun enam tersangka itu, yakni eks Dirut PT Transjakarta sekaligus mantan Dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo; Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021, Budi Susanto; dan Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan. Lalu, Dirut Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren; Tim Penasihat PT PTP, Roni Ramdani; serta General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP), Richard Cahyanto.
"Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 127,5 miliar," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Selain merugikan negara, Alex mengatakan, tiga tersangka juga mendapatkan keuntungan pribadi hingga belasan miliaran rupiah. Ketiga tersangka itu adalah Ivo, Roni, dan Richard.
"Secara pribadi yang dinikmati IW, RR dan RC sejumlah sekitar Rp 18,8 miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ungkap Alex.
Meski demikian, KPK belum membeberkan jumlah uang yang dinikmati oleh Kuncoro dan dua tersangka lainnya. Lembaga antirasuah ini juga belum menahan ketiganya lantaran masih melengkapi bukti yang dibutuhkan. Namun, Alex memastikan pihaknya bakal segera menahan mereka.
Kasus ini bermula saat Kemensos memilih PT BGR untuk menyalurkan bansos beras kepada KPM PKH yang terdampak pandemi Covid-19. Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp 326 miliar.
Kuncoro sebagai perwakilan PT BGR Persero yang merupakan perusahaan pelat merah kemudian menandatangani perjanjian kerja sama tersebut. Dia bersama April dan Budi selanjutnya secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard untuk realisasi proyek penyaluran bansos beras ini.
Namun, KPK menduga PT BGR dan PT PTP tak melakukan kajian hingga perhitungan yang jelas terkait pengadaan dan penyaluran bansos saat menyusun kontrak. “Sepenuhnya penyusunan kontrak ditentukan oleh MKW (M Kuncoro Wibowo) ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati dibuat backdate," ungkap Alex.
Selain itu, PT BGR juga diduga tidak pernah menyalurkan bansos ke KPM PKH. Namun, tetap ada pembayaran sebesar Rp 151 miliar ke PT PTP pada periode September hingga Desember 2020. Kemudian, terdapat penarikan uang sebesar Rp 125 miliar dari rekening PT PTP.
"Penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras," jelas Alex.