REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memikirkan upaya mengatasi masalah polusi secara jangka panjang. Menurut PSI, transportasi publik berbasis listrik merupakan solusi jangka panjang dalam menangani masalah tersebut.
Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Eneng Maliyanasari, mengatakan Pemprov DKI bukan hanya memikirkan mitigasi jangka pendek, melainkan sudah harus membuat strategi secara jangka panjang dalam menangani masalah polusi udara. Pencemaran udara Jakarta kini dinilai sudah kritis dan membahayakan kualitas hidup masyarakat.
"Kebijakan WFH bagi ASN itu bentuk dari solusi jangka pendek, dan tidak terlalu signifikan karena jumlah ASN Pemprov DKI hanya sekitar 2.500 orang, sedangkan pergerakan orang di Jakarta bisa mencapai 25 juta jiwa setiap harinya. Faktanya macet masih terjadi, polusi tak berkurang," kata Eneng dalam keterangannya, dikutip Kamis (24/8/2023).
Eneng menilai harus ada solusi dari tingginya mobilitas masyarakat di Jakarta. Tentunya, kata dia, tergantung pada transportasi massal karena bagaimanapun kendaraan menjadi penyumbang terbesar pada polusi udara.
"WFH tentu berdampak pada ekonomi, masyarakat harus terus bergerak agar ekonomi tetap stabil. Transportasi massal adalah jalan solusi terbaik saat ini, maka Pemprov DKI bersinergi dengan pemerintah pusat unuk meningkatkan mutu transportasi massal di DKI," tegas dia.
Eneng menyebut, jika kendaraan listrik saat ini kian digembor-gemborkan, seharusnya yang paling diutamakan adalah transportasi publik berbasis listrik, bukan kendaraan pribadi berbasis listrik. Selain beralih ke transportasi publik berbasis listrik, sambung Eneng, Pemprov DKI juga perlu meningkatkan fasilitas feeder busway. Itu untuk menjangkau masyarakat di daerah penyangga.
"Saya melihat pemprov DKI perlu memperbanyak feeder busway berbasis listrik yang nantinya menjadi pilihan warga untuk mobilisasi diri," tutur dia.
Anggota Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta itu menambahkan, Pemprov DKI juga perlu mengaktivasi kembali mikro trans. Itu untuk menjangkau para warga yang tidak terjangkau Transjakarta, feeder busway, serta berada di lokasi pelosok atau jalan kecil.
"Contohnya di kawasan Jakarta Barat, yang belum diaktifkan rute 78 Puri - Citraland, rute 79 Cengkareng-Kota, dan rute 107 Green Garden-Puri Beta. Jika semua transportasi umum bisa menjangkau warga-warga di semua wilayah maka tak ada alasan mereka untuk tidak beralih ke transportasi publik, apalagi yang berbasis listrik," ujar dia.
Dengan berbagai upaya tersebut, Eneng meyakini penggunaan transportasi publik dan beralihnya dari kendaraan pribadi makin menjadi kebiasaan masyarakat Hal itu kemudian akan berdampak baik bagi kualitas udara di Jakarta.