REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi masyarakat sipil menyayangkan putusan kasasi terhadap dua terdakwa tragedi Kanjuruhan Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi dengan Nomor perkara 922/K/Pid/2023 dan 923/K/Pid/2023. Putusan kasasi ini dinilai menunjukan preseden buruk bagi penegakan hukum dan HAM.
Koalisi mengkritisi terdakwa yang mengakibatkan 135 korban meninggal dunia hanya dipidana 2 tahun dan 2,5 tahun. Putusan ini cenderung sangat ringan dan tidak berkeadilan bagi korban Kanjuruhan.
"Dikarenakan hukuman yang dijatuhkan tidak sebanding dengan dampak serius kejahatan kemanusiaan yang ditimbulkan," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur selaku bagian dari Koalisi pada Ahad (27/8/2023).
Koalisi menyoroti berbagai kejanggalan persidangan sejak 16 Januari 2023 hingga 16 Maret 2023. Koalisi mengamati indikasi peradilan sesat terhadap para terdakwa yang diadili.
"Kami menilai putusan kasasi dan penegakan hukum yang telah berjalan terhadap seluruh terdakwa ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran," ujar Isnur.
Hal inilah yang menurut Koalisi semakin menguatkan impunitas terhadap terdakwa tragedi Kanjuruhan. Apalagi tidak adanya pelaku level atas dan aparat yang menembakkan gas air mata yang diadili dalam proses penegakan hukum.
"Tidak adanya keseriusan Kapolri dalam mengembangkan kasus Kanjuruhan dan menjerat keterlibatan pelaku lain yang sampai sekarang belum diadili, dengan tidak adanya penyidikan lanjutan terhadap kejahatan kemanusiaan ini," ucap perwakilan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya.
Koalisi menegaskan vonis ini jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan agar para pelaku dapat dihukum berat. Adapun para pelaku lainnya sudah mendapatkan vonis ringan yaitu pelaku AKP Has Dermawan (Danki II Brimob Polda Jawa Timur) dan Abdul Haris (Ketua Panpel Pertandingan Arema FC) hanya divonis 1 tahun 6 bulan penjara, dan Suko Sutrisno selaku security office yang hanya divonis 1 tahun penjara.
"Terlepas semua pelaku telah diadili dan mendapatkan vonis pidana, kasus ini belumlah tuntas karena hanya mengadili aktor lapangannya saja dan belum mengungkap aktor high level di balik kasus ini," ujar Agus.
Diketahui, Koalisi masyarakat sipil ini terdiri atas Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya pos Malang (LBH pos Malang), Lokataru dan IM57+ Institute.