Kamis 31 Aug 2023 16:17 WIB

Amnesty Internasional Serukan Tindakan Tegas Soal Hak-Hak Muslim di Xinjiang

Komunitas internasional dinilai menghindari dari langkah tegas terhadap hak Xinjiang

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah mahasiswa Xinjiang Islamic Institute (XII) Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang, China, menirukan bacaan ayat Al Quran dari pengajar di kelas Al Quran dan Al Hadis, Kamis (22/4/2021). Kampus XII tersebar di delapan kota di Xinjiang, sedangkan di Urumqi sendiri terdapat 889 mahasiswa jenjang sarjana dan pascasarjana dari kalangan etnis minoritas Muslim Uighur.
Foto: ANTARA/M. Irfan Ilmie
Sejumlah mahasiswa Xinjiang Islamic Institute (XII) Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang, China, menirukan bacaan ayat Al Quran dari pengajar di kelas Al Quran dan Al Hadis, Kamis (22/4/2021). Kampus XII tersebar di delapan kota di Xinjiang, sedangkan di Urumqi sendiri terdapat 889 mahasiswa jenjang sarjana dan pascasarjana dari kalangan etnis minoritas Muslim Uighur.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Amnesty International pada Kamis (31/8/2023) mengecam tanggapan dunia internasional yang "sangat tidak memadai" setelah PBB mengeluarkan laporan penting tahun lalu yang merinci serangkaian pelanggaran di provinsi Xinjiang, Cina.

Setahun pertama setelah laporan tersebut dibuat, Amnesty menyesalkan bahwa komunitas internasional, termasuk beberapa bagian dari PBB, telah "menghindar dari langkah-langkah tegas yang diperlukan untuk memajukan keadilan, kebenaran, dan reparasi bagi para korban."

Baca Juga

Kelompok hak asasi manusia ini menyoroti kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, karena gagal untuk memberi sanksi Cina. Ia menekankan perlu kebutuhan mendesak akan akuntabilitas atas pelanggaran yang mengkhawatirkan oleh Cina.

Pendahulunya, Michelle Bachelet, merilis laporannya yang telah lama tertunda tentang situasi di Xinjiang pada 31 Agustus 2022, hanya beberapa menit sebelum masa jabatannya berakhir. Selesainya masa jabatan Bachelet setelah menghadapi tekanan yang signifikan dari Beijing untuk menahan dokumen tersebut.

Laporan tersebut merinci serangkaian pelanggaran terhadap Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang. Laporan tersebut juga mendesak dunia untuk memberikan "perhatian mendesak" pada situasi hak asasi manusia di wilayah barat jauh tersebut.

Laporan yang dikritik keras oleh Beijing ini menyoroti tuduhan "kredibel" tentang penyiksaan yang meluas, penahanan sewenang-wenang, dan pelanggaran hak-hak agama dan reproduksi.

Laporan ini juga memberikan dukungan PBB terhadap tuduhan yang sudah lama beredar bahwa Beijing telah menahan lebih dari satu juta warga Uighur dan Muslim lainnya. Termasuk Beijing juga telah mensterilkan perempuan secara paksa, yang kemungkinan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Namun negara-negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada bulan Oktober lalu dengan suara tipis memilih untuk menolak bahkan mengadakan perdebatan tentang isinya.

Turk, komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, telah bersumpah untuk "secara pribadi terus terlibat dengan pihak berwenang Cina" tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dirinci dalam laporan tersebut.

Amnesty mengeluhkan bahwa tindak lanjut terhadap hak Xinjiang kurang....

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement