REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Alat pembakar sampah (insenerator) yang diusulkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (SLH) Kota Yogyakarta dinilai bisa menyelesaikan persoalan sampah di Kota Yogyakarta. Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Ririk Banowati mengatakan, pengadaan alat ini bisa dilakukan secara bertahap berbasis wilayah.
"Itu (insenerator) kan bisa menyelesaikan sampah ke depannya di tingkat wilayah, bisa di tingkat kelurahan atau tingkat kecamatan, tapi itu (pengadaannya bisa dilakukan) bertahap," kata Ririk kepada Republika, belum lama ini.
Melalui pengadaan di tiap wilayah, diharapkan nantinya dapat menyelesaikan persoalan sampah di Kota Yogyakarta yang berbasis wilayah. Dengan begitu, diharapkan nantinya sampah dari Kota Yogyakarta tidak perlu dibawa ke TPA Regional Piyungan.
"(Alat) Itu kan bisa diterapkan di wilayah-wilayah, sehingga wilayah sudah bisa menyelesaikan sampahnya sendiri di wilayahnya masing-masing," kata Ririk.
Ririk menuturkan, pihaknya mendukung pengusulan pembelian alat pembakar sampah ini. Dimungkinkan, pengadaan alat tersebut baru bisa dilakukan pada 2024 mengingat proses pengusulan masih dalam tahap pra RKA (rencana kerja dan anggaran).
"(Pelaksanaan) Anggaran perubahan itu mungkin baru benar-benar bisa dilaksanakan November atau Desember. Artinya (alat) itu benar-benar bisa difungsikan pada saat awal tahun depan. Jadi tidak bisa kita sepakat, setuju, langsung beli, karena harus ada proses penganggaran dan lain-lain," jelasnya.
Jika nantinya sudah dilakukan pengadaan alat pembakar sampah ini, rencananya akan ditempatkan di TPS3R di Nitikan. Ia menuturkan, pihaknya juga sudah melakukan pengecekan ke lokasi tersebut.
"Harapan kita, ini kan istilahnya masih percobaan dulu, apakah nanti ini bisa tepat digunakan di Kota Yogyakarta, karena itu tidak membutuhkan tempat yang luas. Kalau (alat) ini bisa diterapkan, nanti rencana ditempatkan di Nitikan. Harapannya, kalau memang itu berguna bagi Kota Yogyakarta bisa untuk jadi salah satu pengelolaan sampah," kata Ririk.
Saat ini, pengusulan alat pembakar sampah tersebut terus berproses dan masih diperlukan pembahasan lebih lanjut antara Pemkot Yogyakarta dengan DPRD Kota Yogyakarta.
"Proses pengusulan masih tahap pra RKA (rencana kerja dan anggaran), sekarang masih menunggu agenda dibahas oleh DPRD Kota Yogyakarta," kata Sub Koordinator Kelompok Substansi Penanganan Persampahan, DLH Kota Yogyakarta, Mareta Hexa Sevana kepada Republika.
Pengusulan untuk membeli alat pembakar sampah ini dengan mempertimbangkan adanya target pengurangan volume sampah di Kota Yogyakarta. Terlebih sejak ditutupnya TPA Regional Piyungan pada Juli hingga 5 September 2023 nanti.
Penutupan TPA Piyungan tidak dilakukan di seluruh zona. Khusus untuk zona transisi 1 masih beroperasi secara terbatas, dengan maksimal hanya bisa menampung 100 ton sampah per hari khusus untuk Kota Yogyakarta.
Pengusulan alat pembakar sampah ini, kata Mareta, juga dikarenakan adanya pembatasan kuota sampah yang masuk ke TPA Piyungan. "Pertimbangannya (mengusulkan alat pembakar sampah) karena ada target pengurangan sampah dan pembatasan kuota jenis sampah yang boleh masuk ke TPA (Piyungan) di masa darurat," ungkap Mareta.
DLH Kota Yogyakarta memprediksikan ke depannya kondisi darurat di TPA Piyungan akan berlangsung lebih lama. Hal ini juga mengingat TPA Piyungan yang sudah kelebihan kapasitas, sementara untuk zona transisi 2 saat ini masih dipersiapkan.
Meski zona transisi 2 ini nantinya beroperasi, juga diperkirakan hanya dapat bertahan sekitar enam bulan. Untuk itu, teknologi pembakar sampah ini diperlukan di Kota Yogyakarta, mengingat wilayah ini tidak memiliki lahan yang cukup untuk mengelola sampah.
"Sehingga harus ada support alat atau mesin pemusnahan sampah, untuk mengurangi timbulan jenis residu yang biasanya seluruhnya terbuang ke TPA Piyungan supaya bisa dikurangi tonasenya," ungkapnya.
Mareta menuturkan, alat pembakar sampah yang diajukan sudah memenuhi standar kelayakan lingkungan. Dengan begitu, pembakaran sampah menggunakan insenerator ini tidak akan menimbulkan masalah lingkungan, dalam hal ini polusi.
"Standar alat yang diinginkan adalah harus memenuhi standar kelayakan lingkungan, yaitu memperoleh sertifikasi teknologi ramah lingkungan dari KLHK RI," katanya.
Hasil pembakarannya pun dikatakan sudah memenuhi syarat dengan tidak melebihi baku mutu uji kualitas udara emisi dari laboratorium terakreditasi. Selain itu, Mareta juga menyebut bahwa alat yang diajukan tidak boros energi.
"Bahkan bisa tanpa BBM atau listrik, memiliki sertifikasi TKDN besar dari 25 persen, harus memiliki izin operasional atau kelayakan lingkungan sebelum mulai dioperasionalkan, memenuhi syarat pengadaan barang sesuai ketentuan dan waktu yang berlaku," jelas Mareta.
Lebih lanjut, Mareta menuturkan alat ini hanya khusus untuk memusnahkan sampah kering yang sifatnya residu terpilah. "Tidak boleh untuk sampah yang sifatnya basah, masih belum terpilah atau masih tercampur," ujarnya.