REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat sedang menghadapi situasi sulit. Pengamat politik, Arif Susanto, menilai dominannya SBY, kurangnya pengalaman politisi muda, sampai banyaknya mikrofon menjadi persoalan Demokrat.
"Dalam partai manapun kalau ada tokoh yang terlalu dominan itu akan kontra produktif, terutama bagi demokratisasi dalam internal partai," kata Arif dalam diskusi yang digelar Para Syndicate, Selasa (5/9).
Dia merasa, kondisi mungkin akan berbeda jika figur-figur seperti Marzuki Ali dan lain-lain masih ada. Sebab, mereka bisa mengambil peran sebagai mediator, secara otomatis akan membuat SBY tidak tampak terlalu dominan.
Analis dari Exposit Strategic itu mengingatkan, konsekuensi kondisi itu terlalu banyak mikrofon di Partai Demokrat. Mulai SBY, AHY, Andi Arief, Herzaky Mahendra, Riefky Harsya sampai Jansen Sitindaon semuanya bicara.
"Semua bicara dan alih-alih menjernihkan suasana, situasinya jadi jauh lebih hiruk pikuk dan itu kontra produktif," ujar Arif.
Dia menyarankan, Partai Demokrat belajar dari konflik-konflik yang pernah melanda partai politik lain di Indonesia. Selain itu, Arif berpendapat, gaya politik baper yang ditampilkan SBY sudah sangat ketinggalan zaman.
Maka itu, dia menekankan, AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat perlu menemukan gaya berpolitik yang lebih otentik dan lebih kekinian. Arif mengingatkan, itu penting untuk bisa lebih meremajakan Partai Demokrat.
Sebenarnya, lanjut Arif, Demokrat bisa belajar dari pengalaman Presiden SBY yang terbilang akomodatif. Bahkan, sikap akomodatif turut dilakukan Presiden Jokowi yang membuat SBY maupun Jokowi cukup leluasa bergerak.
"Menyebut orang seburuk-buruknya saya khawatir hanya akan menjauhkan Demokrat dari kekuatan-kekuatan lain politik yang pada suatu hari mereka butuhkan. Di sini letak ketidakmatangan politikus muda di Demokrat," kata Arif.
Arif mengingatkan, jika lambat berakselerasi kegagalan Demokrat pada Pemilu 2014 bisa terulang. Karenanya, ia menambahkan, Demokrat jangan sampai lagi-lagi bersikap netral, tapi perlu berani mengambil resiko.
"Ambil kesempatan meskipun di sisi lain kesempatan ada ancaman, tapi tidak ada pilihan yang tidak mengandung resiko," ujar Arif.