REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga kendati ekonomi Amerika Serikat (AS) terus membaik dan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan di kuartal IV 2023.
"Stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah, begitu juga dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (11/9/2023).
Apalagi, lanjut dia, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah. Antara lain intervensi di pasar valas, efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA), serta penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang pro pasar untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong aliran portofolio asing masuk ke dalam negeri.
Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah sebesar 2 poin atau 0,01 persen menjadi Rp 15.330 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.228 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu turut melemah ke posisi Rp 15.352 dari sebelumnya Rp 15.341 per dolar AS.
Meskipun mengalami penurunan pada Senin, dolar AS masih tetap berada di dekat level tertinggi dalam enam bulan, dibantu oleh serangkaian data ekonomi yang kuat sehingga mengangkat ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut dari The Fed mungkin akan segera terjadi.
"Fokus pekan ini adalah pada data inflasi konsumen AS yang akan dirilis pada hari Rabu (13/9), serta harga produsen pada hari Kamis (14/9) yang akan dipelajari dengan cermat untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai kebijakan moneter dan jalur suku bunga," ucap Ibrahim.
The Fed diperkirakan bakal mempertahankan suku bunga pada pertemuan Rabu (20/9), tetapi data inflasi AS yang tetap stabil menunjukkan akan ada kenaikan lagi pada akhir 2023. "The Fed ke depannya masih akan memberikan tekanan pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia, karena suku bunga The Fed masih akan berpotensi meningkat hingga enam persen. Bahkan, juga ada probabilitas akan naik dua kali lipat karena inflasi masih tinggi dan ekonomi masih kuat," kata Ibrahim.