REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengklaim G20 sudah memahami keamanan proses pelepasan air limbah nuklir dari PLTN Fukushima yang lumpuh ke laut. Meskipun Cina menyebut langkah itu membahayakan lingkungan maritim dan kesehatan manusia, dalam konferensi pers setelah KTT G20 di New Delhi, India, pada Ahad (10/9/2023), Jepang akan berupaya membangun hubungan yang stabil dengan Beijing, kata Kishida seperti dilansir Kyodo.
Namun, Jepang akan terus mendesak Cina agar segera mencabut larangan impor makanan laut Jepang yang diberlakukan Beijing segera setelah air radioaktif dilepaskan ke lalu akhir Agustus lalu. Kishida meminta Beijing mengambil tindakan yang 'bertanggung jawab.
Di lain pihak, Cina mengkritik Jepang karena membuang air limbah nuklir ke Samudera Pasifik dari PLTN Fukushima, yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami dahsyat pada Maret 2011.
Seorang pejabat pemerintah Jepang mengutip ucapan Kishida pada salah satu sesi KTT G20 pada Sabtu (9/9/2023), mengenai 'negara tertentu yang melakukan tindakan tidak biasa'. Pernyataan ini agaknya ditujukan kepada Cina.
KTT G20 diadakan di tengah perpecahan yang semakin mendalam antara negara-negara anggota mengenai invasi Rusia ke Ukraina. Krisis ini telah mengganggu ketahanan energi dan pangan di seluruh dunia serta mengganggu stabilitas kondisi perekonomian global sejak Februari 2022.
Ada kekhawatiran bahwa para pemimpin G20 akan gagal menyelesaikan deklarasi selama KTT tersebut, kata sumber diplomatik, tetapi mereka berhasil mengadopsi deklarasi pada Sabtu dengan setuju tidak mengutuk agresi Rusia terhadap Ukraina. Jika G20 gagal menghasilkan pernyataan bersama, maka itu bisa menjadi yang pertama kali terjadi sejak KTT perdana pada 2008.