REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang sering menjadi kendala dalam kehidupan yang membuat seseorang merasa cemas dan tidak menikmati hidupnya.
Namun, kenyataannya pada saat sekarang ini, ada yang menjadikan utang sebagai gaya hidup untuk memenuhi berbagai keperluannya padahal itu bukan kebutuhan yang urgen untuk dimiliki.
Namun, bagaimana dengan Nabi Muhammad SAW? Apakah beliau SAW melarang utang secara mutlak? Jika tidak melarang, sejauh apa batasannya?
Dilansir di Saaid, beberapa riwayat hadits menunjukkan bagaimana sikap Nabi Muhammad SAW terhadap utang. Hal ini dapat diketahui dari hadits yang diriwayatkan dari Siti Aisyah RA, sebagaimana berikut ini:
- أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِن يَهُودِيٍّ إلى أجَلٍ، ورَهَنَهُ دِرْعًا مِن حَدِيدٍ.
Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan. Lalu beliau SAW menggadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan)." (HR. Bukhari)
Ibnu Al Munir menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan jika Nabi Muhammad SAW bisa menaksir biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli makanan tersebut (untuk memenuhi kebutuhan keluarganya), maka beliau tidak akan menunda pembayaran. Dan jika beliau sanggup membayar, maka Nabi SAW tidak akan menjadikan baju besinya sebagai jaminan utangnya.
"Beliau SAW terkenal dengan kebiasaannya yang terhormat, yaitu bersegera mengeluarkan apa yang perlu dikeluarkan," jelas Ibnu Al Munir.
Berdasarkan hal tersebut, salah satu faedah adanya jaminan pinjaman yaitu membuat orang yang berutang itu serius untuk melunasi utangnya dengan cepat tanpa ditunda-tunda.
Hal tersebut sekaligus menjadi pesan bagi umat Muslim untuk selalu bersyukur atas sesuatu yang sedikit, dan merasa cukup atas apa yang ada, serta tidak terbebani dengan kemewahan yang berlebihan atau penampilan yang palsu atau flexing.
Ingat pula firman Allah SWT:
"Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal." (QS Taha ayat 131)