Rabu 13 Sep 2023 06:09 WIB

Pengamanan Longgar, Ketua KY Singgung Pembunuhan Hakim di Ruang Sidang 

Hakim Pengadilan Agama Sidorjo dibunuh Kolonel M Irfan pada 15 tahun silam.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua KY Prof Amzulian Rifai (tengah) didampingi Ketua KPK Firli Bahuri dan Juru Bicara KY Miko Ginting.
Foto: Republika/ RIZKY SURYA
Ketua KY Prof Amzulian Rifai (tengah) didampingi Ketua KPK Firli Bahuri dan Juru Bicara KY Miko Ginting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai memandang pengamanan pengadilan di Indonesia masih sangat longgar. Bahkan, ada hakim di Tanah Air yang dibunuh di ruang sidang akibat pengamanan yang tidak ketat tersebut.

Hal itu disampaikan usai seminar seminar internasional dengan tema mewujudkan independensi peradilan melalui jaminan keamanan hakim dan persidangan di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Selasa, (12/9/2023). "Dan kalau kita bicara tentang pengamanan hakim dan peradilan, Indonesia ini termasuk yang sangat longgar," kata Prof Amzulian dalam pidatonya.

Longgar tersebut, lanjut Amzulian, termasuk kultur dan sistem masyarakat serta ketatanegaraannya. "Karena kan kita ini masyarakat yang berbahu, hampir tidak ada pejabat, hakim, termasuk, yang sifatnya eksklusif," ujar Prof Amzulian.

Sehingga, hakim di Indonesia bisa diketahui oleh masyarakat kegiatan sampai kepribadiannya. Sebab, para hakim bersosialisasi dengan masyarakat. "Di banyak negara atau di beberapa negara itu tidak terjadi, ada semacam eksklusif," ucap Amzulian.

Prof Amzulian mencontohkan, negara Australia memperlakukan hakim dengan berbeda. Hakim di negari Kangguru tersebut mendapat pengamanan yang berlapis. Hal itulah yang tidak terjadi di Indonesia.

Amzulian lalu mengungkit masalah hakim yang dibunuh ruang sidang saat mengadili suatu perkara. Hal itu, kata dia, menjadi sejarah kelam peradilan di Indonesia.

"Tadi saya mengutip sejarah kelam peradilan kita, bagaimana seorang hakim agama dibunuh di ruang sidang," ujar Amzulian.

Kasus itu diketahui, terjadi di Pengadilan Agama Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada 15 tahun silam. Hakim bernama Taufiq (52 tahun), tewas bersimbah darah akibat tusukan sangkur perwira TNI Angkatan Laut berpangkat Kolonel M Irfan saat membacakan putusan perkara perceraiannya dengan istrinya, Eka Suhartini pada 21 September 2005.

Dalam kasus itu, Eka yang dalam sidang tersebut duduk bersebelahan dengan pelaku, juga tewas terkena sabetan senjata tajam Irfan. Dia ingin peristiwa tersebut dijadikan pelajaran berharga bagi semua pihak.

"Saya pikir ini ketika bicara soal pengamanan hakim, kita jangan tidak mengungkapkan ini. Ini adalah tragedi kita semua. Nah oleh karena itu tentu KY sebetulnya upaya Mahkamah Agung sudah banyak, Perma 5, 6, (Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2020). Banyak upaya-upaya itu ya," ujar Amzulian

Dia meyakini, KY bersama MA bisa berkomitmen untuk meningkatkan pengamanan di pengadilan baik terhadap hakim ataupun persidangan. Menurutnya, untuk saat ini pengamanan di ranah peradilan masih jauh dari SOP.

"Walaupun hakim kita mungkin, karena terbiasa keamanannya spt itu, bukan beliau tidak butuh, kadang mereka apalagi sudah senior menyatakan 'Ya kami sudah terbiasa', terbiasa dengan ancaman, terbiasa dengan yang mungkin di negara-negara lain dianggap contempt of court (penghinaan terhadap peradilan)," ujar Amzulian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement