REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di dunia yang serba cepat dan instan saat ini, tidak jarang manusia menjadi selalu terburu-buru dan seolah berkejaran dengan waktu. Bukan hanya itu, banyak juga yang terlalu mengkhawatirkan masa depan, sehingga tidak bisa menikmati dan mensyukuri hidup hari ini.
Padahal, suatu hal yang salah jika membebani hari ini dengan kekhawatiran akan hari esok. Seorang penulis dan guru bernama Thomas Carlyle menyebut, "Urusan utama kita bukanlah melihat apa yang ada di kejauhan, tapi melakukan apa yang jelas ada di depan mata."
Nabi Muhammad SAW juga pernah memberikan nasihat kepada umat Muslim untuk hidup dalam hari ini. Dalam HR Tirmidzi, ia pernah bersabda, "Barang siapa di antara kamu yang bangun di pagi hari dengan badan yang sehat, tenteram di rumahnya (atau keluarganya) dan memiliki rezeki sehari-hari, maka seolah-olah dunia telah dia miliki.
Dilansir di About Islam, Rabu (13/9/2023), Sheikh Mohammed al-Ghazali menyebut dengan memiliki unsur-unsur inti, seperti kesehatan, rumah, keluarga yang utuh, maka seseorang telah memiliki dunia.
"Kesehatan, keamanan dan kecukupan satu hari untuk diri sendiri dan keluarga adalah anugerah yang tidak boleh diremehkan. Mereka memberikan kekuatan yang memungkinkan pikiran untuk berpikir dan mencipta, serta tubuh untuk bekerja dan berproduksi," ujar dia.
Menurutnya, memicu masalah yang belum muncul adalah perilaku yang bodoh. Seringkali hal-hal tersebut hanyalah ilusi yang lahir dari pesimisme. Sekalipun itu benar, merusak hari ini dengan ketakutan masa lalu atau kekhawatiran akan masa depan adalah salah.
"Seseorang harus memulai setiap hari seolah-olah ini adalah dunia yang tidak terhubung, dengan waktu dan kejadiannya sendiri, terpisah dari dunia lainnya," lanjut dia.
Diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim berkata ketika dia bangun di waktu fajar, "Ya Allah, ini adalah ciptaan baru. Mulailah untukku dengan ketaatan kepada-Mu dan akhiri untukku dengan Pengampunan dan Keridhaan-Mu. Berilah aku di dalamnya amal kebaikan yang Engkau terima dariku, sucikan dan gandakan pahalanya. Perbuatan buruk apa pun yang aku lakukan, maafkan hamba. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang, Baik Hati, dan Maha Pemurah.” (Al Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din)
Sheikh al-Ghazali kembali menekankan agar umat Muslim tidak perlu mengkhawatirkan hari esok. Harus ada strategi membagi kehidupan menjadi beberapa bagian, serta menerimanya dengan semangat antusias dan tekad yang selalu diperbarui.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad. Saat bangun tidur, dia biasa berkata: “Kami dan seluruh kerajaan telah memasuki hari baru yang semuanya milik Allah. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan hari ini, kemenangannya, pertolongannya, cahayanya, keberkahannya dan petunjuknya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hari ini dan keburukan hari berikutnya. Di malam hari, dia akan mengatakan hal yang sama.” (HR Muslim)
Tidak hanya itu, Rasulullah SAW juga berdoa dengan mengatakan, "Ya Allah, pagi telah datang kepadaku dengan keberkahan, kesehatan yang baik, dan perlindungan dari-Mu, maka karuniailah aku dengan keberkahan yang utuh, kesehatan yang baik, dan perlindungan dari-Mu di dunia dan di akhirat.” (Diotentikasi oleh Al-Albani)
"Pemahaman tentang hidup ini, yaitu hidup di masa sekarang dan bukan memikirkan masa lalu atau memproyeksikan masa depan, menanamkan keberanian yang besar dalam diri seorang mukmin," ujar Sheikh al-Ghazali.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh orang miskin dan saleh, Abou Hazim, yang menentang raja. Ia berkata, “Antara raja dan saya ada satu hari. Mereka tidak lagi merasakan nikmatnya hari kemarin dan mereka serta saya sama-sama takut akan hari esok. Jadi hanya hari ini saja. Apa yang bisa terjadi?”
Al-Hassan Al-Basri menambahkan: “Dunia ini terbagi tiga hari: Kemarin, dengan segala isinya, telah berlalu. Besok, Anda mungkin tidak akan pernah melihatnya. Adapun hari ini, itu milikmu, jadi kerjakanlah.”
Kenikmatan di masa lalu telah hilang bersamaan dengan munculnya hari kemarin dan tidak ada satupun yang bisa dipertahankan. Hari esok masih menjadi misteri dan segala kemungkinan bisa terjadi.
Sheikh al-Ghazali menyebut yang tersisa hanyalah masa kini, yang di dalamnya terdapat orang-orang bijak. Mereka hidup di masa kini berdasarkan kehendak bebas, motivasi diri dan pemahaman terhadap tujuan masa kini.
Memikirkan dan merencanakan hari esok memang merupakan kebijaksanaan dan visi yang luas. Nabi Muhammad menitipkan nasihat, “Manfaatkanlah lima hal sebelum lima hal: masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kekayaanmu sebelum kemiskinanmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum kematianmu.” (Mustadrak Al-Hakim)
Hal ini memperjelas perbedaan antara mengindahkan masa depan dan kewalahan karenanya, mempersiapkan diri untuk menghadapinya dan tenggelam di dalamnya, atau memiliki keinginan untuk memanfaatkan hari ini dan antisipasi yang cemas akan hari esok.
"Dengan mengkhawatirkan hari esok, kehidupan telah dicuri dari kita, hari demi hari, sampai masa hidup kita berakhir dengan tangan kosong dari pencapaian nyata apa pun," ujar dia.
Tentang orang-orang yang menghabiskan hidupnya dengan sia-sia dan membiarkan hari-harinya lepas dari tangannya tanpa dimanfaatkan, Allah berfirman, "Dan pada hari (ketika) terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja). Begitulah dahulu mereka dipalingkan (dari kebenaran)." (QS Ar-Rum ayat 55)
Sumber:
https://aboutislam.net/spirituality/live-within-limits-day/